Feeds:
Pos
Komentar

Archive for Desember, 2006

PERBEDAAN HARI RAYA IDUL ADHA

PERBEDAAN HARI RAYA IDUL ADHA
OLEH: TAMYIS SA’AD

Setiap muslim berkewajiban menstandarisasi setiap perbuatannya, baik yang berkait dengan amal ibadah dalam arti khusus maupun amal-amal lain di luar ibadah yang khusus, dengan ketentuan hukum syara’. Ini merupakan sebuah kemestian agar tidak terjadi distorsi amal yang menyebabkan kesia-siaan atau amal tersebut justru membuahkan petaka bagi dirinya di kemudian hari. Prinsip ini termasuk hal yang harus dipedomani dan tak boleh diabaikan.
Berkaitan dengan pelaksanaan manasik haji yang akan dilaksanakan oleh setiap muslim yang memiliki istitho’ah (kemampuan) untuk menempuh jalannya, Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Ambillah dariku manasik haji yang kalian lakukan” (Al Hadits).
Sedangkan berkaitan dengan pelaksanaan sholat, Rasulullah saw. bersabda:

“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat” (Al Hadits).
Oleh karena itu, setiap muslim mesti menyesuaikan diri dengan ketentuan Sunnah Rasulullah saw. dan melaksanakannya dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah SWT semata. Inilah yang menjadi prinsip amal dalam kepribadian kaum muslimin dari masa ke masa sejak zaman shahabat yang dibina Rasulullah saw.
Hanya saja, di masa yang jauh dari kehidupan Islam seperti sekarang ini, tidak jarang kaum muslimin mengambil pertimbangan lain dalam menentukan sikap dan menjalani perbuatannya. Contoh paling kongkrit adalah masalah penetapan hari-raya Idul Fitri maupun Idul Adha yang menjadi bagian ibadah terpenting dalam kehidupan spiritual kaum muslimin. Lantaran realitas kaum muslimin kini hidup terpecah-belah dalam berbagai bangsa dan negara berdasarkan nasionalisme, maka realitas itu ternyata mempengaruhi pertimbangan kaum muslimin dalam menentukan kapan berhariraya Idul Fitri dan Idul Adha. Mayoritas mereka awam dan mengikuti saja pengumuman pemerintah tanpa mengambil sikap kritis. Padahal pemerintah masing-masing negara mengambil kebijakan dengan pertimbangan masing-masing yang tidak jarang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh; dalam kasus Idul Adha tahun ini pemerintah Saudi Arabia menetapkan hari Arafah (pelaksanaan wukuf) tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Jum’at bertepatan tanggal 29 Desember 2006. Jadi, Idul Adha tiba esok harinya yakni 10 Dzulhijjah 1427 H bertepatan hari Sabtu tanggal 30 Desember 2006. Tetapi kemudian pemerintah Indonesia menetapkan Idul Adha jatuh pada hari Minggu tanggal 31 Desember 2006, dengan alasan bahwa hari Arafah di Indonesia baru jatuh pada hari Sabtu tanggal 30 Desember 2006. Tentunya orang Indonesia yang sholat Ied pada hari Minggu tanggal 31 Desember itu bertepatan dengan hari tasyriq. Dan mereka berpuasa pada hari Nahr dimana para jamaah haji (yang di anataranya juga dari Indonesia) sedang melempar jumrah dan kaum muslimin yang lain hari itu melaksanakan sholat Ied.
Perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Zulhijjah) yang begitu mudah tersiar dalam saluran media massa cetak maupun elektronik menjadi tontonan yang tidak sedap. Umat seakan dibiarkan terpecah belah.
Padahal, kalau umat dan pemerintah menggunakan satu patokan hukum syara’ untuk penentuan kedua hari raya tersebut, maka persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia akan menjadi kenyataan yang mengagumkan. Untuk itu, tulisan ini mencoba mengupas penetapan hari raya Idul Adha dengan semangat mewujudkan kesatuan umat tersebut.

Penentuan Idul Adha Menurut Syara’
Pelaksanaan Idul Adha wajib dilakukan secara serentak dalam hari yang sama oleh segenap kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Kewajiban tersebut ditentukan berdasarkan berbagai dalil syar’i, di antaranya:
1. Hadits Rasulullah SAW:
الْفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ وَالْأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ
“Idul Fitri adalah hari saat umat manusia berbuka, dan Idul Adha adalah hari ketika umat manusia menyembelih kurbannya.” (HR. Tirmidzi dari ‘Aisyah ra).
Selain itu Imam Tirmidzi juga meriwayatkan hadits Nabi SAW dengan lafadz berbeda:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Berpuasa (Ramadlan) adalah saat mereka berpuasa, Idul fitri adalah saat mereka berbuka, dan Idul Adha adalah saat mereka menyembelih (hewan kurban).”(HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah ra)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perayaan Idul Adha dilakukan pada saat (jamaah haji) melakukan penyembelihan hewan kurban (berkurban), tanggal 10 Dzulhijah, yaitu sehari setelah mereka wukuf di Arafah, bukan hari yang lain. Dalam hal ini Ummul Mukminin ‘Aisyah ra mengatakan:
“Bahwa hari Arafah (yaitu tanggal 9 Dzulhijjah) itu adalah hari yang telah ditetapkan oleh Imam (Khalifah), dan hari berkurban itu adalah saat Imam menyembelih kurban.” (HR. Thabrani dalam kitab al-Ausath, dengan sanad hasan).
Ini lebih menegaskan lagi bahwasanya penetapan hari (wukuf) di Arafah, dan Idul Adha (yaumul hadyi) diputuskan oleh Khalifah kaum muslimin, yang berlaku serentak untuk seluruh kaum muslimin di negeri mana pun, baik mereka tinggal di negeri Hijaz, Mesir, Suriah, Turki, Irak, Pakistan, Uzbekistan, atau pun di Indonesia.
2. Hadits yang berasal dari Husain bin Harits Al Jadali, yang menyampaikan:
أَنَّ أَمِيرَ مَكَّةَ خَطَبَ ثُمَّ قَالَ عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
“Bahwasanya Amir Makkah (Wali Makkah, yakni Al Harits bin Hathib) berkhutbah dan menyatakan: ‘Rasulullah SAW berpesan pada kami (para wali Makkah) agar memulai manasik (haji) berdasarkan ru`yat. Apabila kami tidak melihat (ru`yat)nya, sementara ada dua orang yang adil menyaksikan (munculnya hilal) maka kami harus memulai manasik dengan kesaksian dua orang tersebut.” (HR. Abu Daud).
Perkataan Amir Mekkah Al Harits bin Hathib “ahida ilainaa Rasulullah saw an nansuka lirru’yah,” (Rasulullah saw. telah berpesan pada kami agar menjalankan manasik haji berdasarkan ru’yah) dikemukakan dalam kedudukannya sebagai Amir Mekkah. (Ia menduduki jabatan tersebut pada masa kekhilafahan Abdullah bin Azzubair, kekhilafahan Abdul Malik bin Marwan, dan sesudahnya). Hal ini berarti bahwa pesan (al ‘ahdu) itu adalah dari Rasulullah bagi orang seperti dirinya selaku Amir Mekkah. Adalah Attaab bin Usaid yang bertindak sebagai Amir Mekkah pada masa Rasulullah. Sehingga, kandungan pesan Rasulullah SAW tersebut tertuju untuk Amir Mekkah, bukan untuk kaum muslimin secara umum. Sebab, kata al ‘ahdu dalam konteks ini bermakna suatu yang diwasiatkan Rasulullah kepada amir atau wali Mekkah ketika Beliau saw. mengangkatnya sebagai wali di sana. Dalam Kamus Lisaanul Arab, juz 3 halaman 311, disebutkan: “Dan pesan (al ‘ahdu) adalah suatu yang ditetapkan bagi para wali; al ‘ahdu merupakan pecahan kata -musytaq- dari ‘ahida, jamaknya ‘uhuudun. Wa qod ‘ahida ilaihi ‘ahdan (sungguh dia telah menyampaikan pesan kepadanya). Dikatakan pula dalam kitab itu: “‘ahida ilayya fii kadza (dia menyampaikan pesan kepadaku dalam hal anu), artinya adalah aushaani (dia berwasiat kepadaku).
Adapun sabda Nabi SAW “an nansuka lirru’yah” maksudnya adalah agar kami menyembelih kurban pada yaumun nahar, atau agar kami menunaikan syiar-syiar haji, setelah terbukti adanya ru’yah. Hal ini karena, sekali pun bahasa Arab menggunakan kata nusuk dalam arti ibdan setiap aktivitas penghambaan diri kepada Allah, akan tetapi syara’, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak nash baik dalam al Quran maupun sunnah, telah menggunakannya dengan arti (untuk) manasik haji. Jadi, kata nusuk memiliki makna syar’i yang relatif berbeda denganmakna lughawi-nya.
Wajib Mengikuti Pengumuman Hari Wukuf oleh Penguasa Kota Mekkah
Dengan demikian, maka hadits tersebut menunjukkan bahwa pada masa itu Amir Mekkahlah yang menetapkan pelaksanaan manasik haji, mulai dari wukuf di Arafah, Thawaf Ifadhah, bermalam di Muzdalifah, melempar Jumrah, dan seterusnya. Dengan kata lain, penguasa yang menguasai kota Mekkah saat ini berhak menentukan wukuf di Arafah (9 Dzulhijjah), pelaksanaan penyembelihan hewan kurban (10 Dzulhijjah), dan rangkaian manasik haji lainnya. Hal itu berarti negeri-negeri Islam lainnya harus mengikuti penetapan hari wukuf di Arafah, yaumun nahar (hari penyembelihan hewan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah) berdasarkan keputusan Amir Mekkah, atau penguasa yang saat ini mengelola kota Makkah.
Maka, tidak diperbolehkan kaum muslimin menjalankan puasa sunat pada hari tatkala jamaah haji tengah melempar jumrah dan menyembelih kurban, karena hari itulah hari Idul Adha. Sebab, berpuasa pada hari itu serta hari tasyriq haram hukumnya. Apa yang akan dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin di Indonesia yang tahun ini berbeda penetapan jatuhnya Idul Adha (sehari lebih lambat) adalah suatu yang batil. Perbedaan waktu di Indonesia dengan di Arafah hanya terpaut sekitar 4 jam saja, tidak sampai 24 jam (1 hari).
Dari paparan di atas jelaslah bahwasanya penetapan Idul Adha ditempuh melalui cara ru`yatul hilal yang yang disahkan oleh Amir Mekkah atau penguasa yang mengelola kota Mekkah. Hal ini juga menunjukkan bahwa jatuhnya hari raya Idul Adha itu harus sama dan serentak di setiap negeri kaum muslimin, mengikuti penetapan jatuhnya Yaumun Nahar (sehari setelah wukuf Arafah) yang dijalankan oleh jamaah haji di tanah suci. Apabila terdapat perbedaan jatuhnya hari Arafah, begitu pula hari raya Idul Adha seperti terjadi di Indonesia tahun 1427 H ini, dengan yang dilakukan oleh jamaah haji, lalu atas dasar syariat siapa dan argumen apa kaum muslimin di sini merayakan Idul Adha?
Oleh karena itu, kaum muslimin di Indonesia tidak boleh membedakan diri dalam merayakan hari raya Islamnya dari kaum muslimin di negeri-negeri mereka lainnya, seperti halnya seluruh negeri-negeri Islam yang lain mengikuti hari ke-10 bulan Dzulhijjah berdasarkan ru`yat negeri Hijaz sebagai hari raya Idul Adha mereka. Mereka beraklamasi untuk menjalankan Idul Adha berdasarkan satu ru`yat, sama harinya dengan yang dijalankan oleh jamaah haji di tanah suci.
Khatimah
Berdasarkan informasi Kantor Berita Saudi (SPA) menegaskan bahwa majelis pengadilan tertinggi syariah Saudi telah menetapkan bahwa wuquf di Arafah jatuh hari jumat 29 Desember 2006 dan Ied Adhha jatuh pada hari Sabtu 30 Desember 2006. Maka kaum muslimin di seluruh dunia termasuk Indonesia wajib mengikuti keputusan pemerintah Saudi Arabia.
Kita berharap kaum musimin di seluruh dunia khususnya Indonesia tidak terpecah belah karena merayakan hariraya Idul Adha tahun ini pada hari dan tanggal yang berbeda. Sebab Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa bersatu dalam agama-Nya dan tidak bercerai-berai (QS. Ali Imran 103). Wallahua’lam!

Read Full Post »

Menggugat Poligami Menggugat Syariat Islam
(Agenda di balik Opini Poligami)
Oleh: Tamyis Sa’ad

“Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat,”,

“Presiden mempunyai kepedulian besar terhadap kaum perempuan dan ia menginginkan ketentraman dalam masyarakat,”, kata Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta usai dipanggil oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Dirjen Binmas Islam Nazzarudin Umar selasa 5 Desember 2006. Pada kesempatan itu, Yudhoyono meminta agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil)tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah. Pernyataan itu adalah respon Presiden atas keputusan Abdullah Gymnastiar atau yang akrab disapa Aa Gym untuk berpoligami. Di kesempatan lain Meutia Hatta mengatakan :”Presiden mempunyai moral obligation (terikat secara moral) buat memperhatikan masyarakatnya,”
Pernyataan Presiden tersebut sekilas menampakkan kepeduliannya terhadap kondisi moral masyarakat. Namun apakah benar demikian?lebih jauh lagi mengapa opini tentang poligami demikian dahsyat? melebihi opini bencana lumpur lapindo?lagi-lagi kita bertanya mengapa respon presiden terhadap kasus lapindo yang masih berlangsug saat ini tidak sebagaimana respon terhadap poligami? Mengapa?

Banyak Yang Tidak Wajar
Respon terhadap poligaminya Abdullah Gymnastiar mubaligh idola para ibu ini bukan hanya muncul dari para ibu, namun opini ini telah menjadi perbincangan dimana-mana, sekolah, kampus, kantor-kantor, sampai istana kepresidenanpun membahasnya. Padahal poligami sudah ada sejak adanya manusia ada, beda dengan kasus korban lumpur lapindo yang tidak pernah ada jaman Nabi Sulaiman yang istrinya 100, jaman Hamzah Haz yang istrinya 3. Kalau dahulu masyarakat ramai membicarakan bencana tsunami di Aceh itu hal wajar, karena peristiwa itu merupakan hal baru, demikian pula kasus lapido dan kasus-kasus baru lainya. Tidak berlebihan kalau kita katakan respon terhadap masalah poligami saat ini adalah di luar batas kewajaran, setiap ketidakwajaran pasti ada sebab dibalik itu.
Apalagi kalau kita perhatikan pernyataan presiden di atas, permintaan agar cakupan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 yang sudah direvisi menjadi PP Nomor 45 tahun 1990 tentang poligami diperluas tidak hanya berlaku bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) tetapi juga pada pejabat negara dan pejabat pemerintah katanya merupakan bentuk kepedulian sang presiden terhadap moral masyarakatnya. Keputusan itu juga di dasari karena banyaknya sms yang masuk ke ponsel SBY dan Istrinya selama sepekan setelah “proklamsi” Aa Gym tentang poligaminya. Meskipun kita juga tidak pernah tahu berapa banyak sms yang masuk seribu? seratus ribu? dan memang tidak ada perlunya untuk tahu. Pertanyaanya apakah hanya karena banyaknya sms masuk kemudian presiden sampai harus memerintahkan merevisi UU. Jika alasan ini benar, apa pertimbangan presiden terhadap pendapat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh masyarakat seperti:
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi misalnya menyatakan, poligami sebaiknya tidak diatur dalam sebuah peraturan atau perundang- undangan. Menurutnya, poligami adalah masalah pribadi seseorang sehingga tidak layak jika harus diurusi pemerintah.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, wacana poligami tidak perlu dikembangkan karena hanya akan membawa masyarakat pada perdebatan yang tidak perlu. Dia menyesalkan jika persoalan ini ditarik ke tataran politik atau kebijakan negara karena bisa kontraproduktif dalam upaya membangkitkan bangsa dari keterpurukan.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendy Choirie mengingatkan agar jangan sampai ada peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan pemerintah, yang melanggar ketentuan agama. “Jadi, kalau pun mau direvisi, jangan sampai kesannya melarang poligami. Soalnya, Islam memperbolehkan poligami,” ujarnya.
Wakil Ketua MPR AM Fatwa. Menurutnya, persoalan poligami harus dilihat pemerintah secara jernih dan objektif. “Jangan sampai pemerintah mengajari masyarakat untuk munafik dari hukum Allah,” tuturnya. Poligami, katanya, mungkin bisa menjadi salah satu jawaban atas berbagai permasalahan sosial yang kini dihadapi. “Kita harus berpikiran terbuka,” ujarnya.
Aisyah Baidlowi dari FPG mengakui bahwa poligami memang bisa menjadi jalan keluar darurat di tengah maraknya praktik perselingkuhan. “Dari sudut pandang itu, mungkin benar,” katanya. Tetapi, menurut dia, tetap harus ada sisi-sisi lain yang dipertimbangkan, yaitu keadilan bagi keluarga secara keseluruhan. “Perlu benar-benar dipahami, yang dimaksud adil itu bagaimana,” tandasnya.
Politikus Golkar Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan bahwa poligami dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia bukanlah fenomena baru. “Tak masalah kalau praktik poligami mau diatur negara, tapi jangan menjadi seperti dilarang,” ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzammil Yusuf khawatir, jika poligami dilarang, justru akan menyemarakkan perzinaan. “Dia bukan diwajibkan, tetapi boleh. Artinya tidak harus, tetapi tidak juga dilarang. Tetapi ada prasyarat adil. Adil inilah yang perlu kita bahasakan lebih jelas. Adil dalam konteks masyarakat dimana hak wanita juga teperhatikan.”
Anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Patrialis Akbar, poligami justru melindungi hak-hak wanita. ”Jika poligami dilarang maka mereka akan menikah sirri (diam-diam). Istrinya jadi istri simpanan yang hak-haknya tidak dijamin. Jika poligami tidak dilarang, hak-hak perempuan dan anak-anaknya akan terjamin,” tandas anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Yoyoh Yusroh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan, agama Islam membolehkan poligami agar umatnya terhindar dari praktek perzinaan. Karenanya, ia tak keberatan andai suaminya memutuskan untuk berpoligami. Karena poligami justru memuliakan hak perempuan dan anak-anaknya, sedangkan perzinaan merupakan penghinaan terhadap perempuan.
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, meminta Presiden SBY untuk membuka mata hatinya, sehingga tahu mana yang seharusnya dilakukan.
“Pak Presiden jangan buta hatinya. Yang perlu dilarang dan diberantas adalah pelacuran dan perselingkuhan, bukan poligami. Perzinaan itu harus dihukum berat, bila perlu dirajam,” demikian kata Habib Rizieq.
“Dalam Islam halal menikahi dua, tiga atau empat perempuan. Kalau sampai Pemerintah melarang poligami, apa SBY mau jadi Fir’aun yang berani menentang Allah?” tantang Habib Rizieq.
Kekecewaan yang dialami Habib juga dirasakan tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakiem. Zina yang haram difasilitasi Pemerintah, sedangkan poligami yang halal dikriminalisasi, “ujarnya dikutip koran Duta.
Suara pendukung poligami yang cukup menarik datang dari Ketua Pengurus PBNU, Masdar Farid Mas’udi.
Meski dikenal sebagai tokoh pendukung pemikiran liberal ini, dalam hal poligami ia berpendapat bahwa poligami adalah sesuatu yang natural alias alami sebagai penyeimbang banyaknya supply (jumlah perempuan yang ingin menikah) dengan demand (lelaki yang mampu menjadi suami).
“Jumlah perempuan selalu lebih besar dibanding lelaki yang layak menjadi suami. Poligami akan memperkecil ketidakseimbangan itu, “ ujar Masdar.

Lalu bagaimana dengan kasus demo RUU APP yang nyata ikuti oleh lebih dari 1,2 juta orang, apa yang dilakukan SBY? Atau Demo penolakan kedatangan G.W. Bush yang hampir seluruh masyarakat menolak, apa yang dilakukan SBY? Jangankan merubah UU terpikirkan aja tidak. Ada apa sebenarnya dibalik itu semua?
Beberapa komentar yang bisa kita berikan terhadap fakta di atas adalah sebagai berikut:

1. Pandangan syara’
1.1 Hukum tentang kebolehan poligami.
Secara syar’i hukum kebolehan poligami sebenarnya sudah final. Ulama-ulama salaf tidak ada yang berselisih dalam hal ini. Kalaupun ada hanya seputar adil jadi syarat atau tidak jika syarat adil dalam hal apa yang harus dipenuhi bukan dalam hal boleh atau tidaknya poligami. Penolakan terhadap kebolehan poligami baru terjadi pada cendikiawan akhir yang dikenal pendukung paham leberal seperti Muhammad Abduh, Abduh mengatakan dengan tegas poligami haram qath’i karena syarat yang diminta adalah berbuat adil, dan itu tidak mungkin dipenuhi manusia. (lihat Muhammad Rasyîd Ridâ, Tafsir al-Manâr, Dâr al-Fikr, tt, jilid IV, hlm 347-350). Pernyataan Abduh kembali ditegaskan dalam fatwanya tentang hukum poligami yang dimuat di majalah al-Manâr edisi 3 Maret 1927/29 Sya’ban 1345, Juz I, jilid XXVIII, yaitu poligami hukumnya haram. Adapun QS. 4:3 bukan menganjurkan poligami, tetapi justru sebaliknya harus dihindari (wa laysa fî zâlika targhîb fî al-ta’dîd bal fîhi tabghîd lahu). Mantan Syeikh Al-Azhar ini menjelaskan tiga alasan haramnya poligami. Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan hampir mustahil, sebab Allah sudah jelas mengatakan dalam QS.4:129 bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil. Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologis anak-anak dari hasil pernikahan poligami. Mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.
Semua alasan itu adalah lemah, pertama, Adil tidak menjadi syarat kebolehan poligami. Surat an Nisa’ ayat 3:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(TQS. an Nisa’ : 3)
Memang, dalam lanjutan kalimat pada ayat di atas terdapat ungkapan: Kemudian jika kalian khawatir tidak akan berlaku adil, nikahilah seorang saja. Artinya, jika seorang pria khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (dengan beristri lebih dari satu), Islam menganjurkan untuk menikah hanya dengan seorang wanita saja sekaligus meninggalkan upaya untuk menghimpun lebih dari seorang wanita. Jika ia lebih suka memilih seorang wanita, itu adalah pilihan yang paling dekat untuk tidak berlaku aniaya atau curang. Inilah makna dari kalimat: yang demikian adalah lebih dekat pada tindakan tidak berbuat aniaya.
Namun demikian, secara mutlak, keadilan bukanlah syarat kebolehan berpoligami. Hal ini tergambar dalam ungkapan ayat: Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat. Ayat ini mengandung pengertian mengenai kebolehan berpoligami secara mutlak. Kalimat tersebut telah selesai sebagai sebuah kalimat sempurna. Kalimat itu kemudian dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: Kemudian jika kalian khawatir…..Kalimat ini bukan syarat, karena tidak bergabung dengan—atau merupakan bagian dari—kalimat sebelumnya, tetapi sekadar kalam mustanif (kalimat lanjutan). Seandainya keadilan menjadi syarat, pastilah akan dikatakan seperti ini: Fankihû mâ thâba lakum min an-nisâ’ matsnâ wa tsulâtsâ wa rubâ’a in adaltum (Nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat asalkan/jika kalian dapat berlaku adil)—sebagai suatu kalimat yang satu. Akan tetapi, hal yang demikian, tidak ada, sehingga aspek keadilan secara pasti bukanlah syarat diperbolehkan poligami. Artinya, perkara ini merupakan hukum syariat yang berbeda dengan hukum syariat yang pertama. Yang pertama adalah bolehnya berpoligami sampai batas empat orang, kemudian muncul hukum yang kedua, yaitu lebih disukai untuk memilih salah satu saja jika dengan berpoligami ada kekhawatiran pada seorang suami tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya.
Kedua, alasan kedua yang disamapaikan Abduh bukanlah dalil namaun hanya fakta, dan fakta dalam hukum Islam tidak dapat dijadikan dalil. Namun menjadi sesuatu yang harus dihukumi. Fakta yang diberikan Abduh tidak dapat dijadikan alasan, karena kita juga banyak menemukan para suami yang dapat memberikan perlakuan baik pada istrinya yang lebih dari satu.
Ketiga, alasan ketiga sama dengan alasan kedua, bantahan untuk alasan ini di sini cukup saya berikan jawaban anak (Dr. Abdurahman Riesdam Efendi -yang memiliki 4 orang istri- dan Dr. Gina Puspita) yang berumur 10 tahun ketika diwawancarai sebuah majalah tentang bapaknya yang poligami atau ibunya yang banyak. Dia mengatakan, begitu senang memiliki ibu banyak. Banyak tapi sayang.
1.2 Masalah Keadilan
Seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima’ di antara para istrinya. Yang wajib bagi dia memberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil.
TQS. an Nisa’:129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’. Ayat ini turun pada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. Sebagaimana hadits:

عن عائشة رضى الله عنها قالت , كان رسول الله ص يقسم فيعدل ويقول: اللهم هذا قسمى فيما املك فلا تلمني فيما تملك ولا املك. قال ابو ذاوود: يعنى اقلب.
Daripada Aisyah r.a telah berkata: Sesungguhnya Rasulullah S.A.W membahagikan giliran sesama isterinya dengan adil dan baginda berdoa: “ Ya Allah! Ini bahagian aku yang dapat aku laksanakan kerana itu janganlah Engkau cela aku tentang apa-apa yang Engkau kuasai sedangkan akut tidak menguasainya “. Berkata Abu Daud : maksudnya ialah ‘hati’.

Muhammad bin Sirrin pernah menanyakan ayat tersebut kepada Ubaidah, dan dijawab bahwa maksud surat An Nisaa’ ayat 29 tersebut dalam masalah cinta dan bersetubuh. Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa adil dalam masalah cinta diluar kesanggupan seseorang. Cinta merupakan anugerah dari Allah dan berada dalam tangan-Nya, begitu juga dengan bersetubuh, terkadang bergairah dengan istri yang satu namun terkadang tidak. Hal ini diperbolehkan asal bukan disengaja, sebab berada diluar kemampuan seseorang.
Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib bagi suami untuk menyamakan cinta diantara istri-istrinya, karena cinta merupakan perkara yang tidak dapat dikuasai. Aisyah Radhiyallahu ‘Anha merupakan istri yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa suami tidak wajib menyamakan para istri dalam masalah jima’ karena jima’ terjadi karena adanya cinta dan kecondongan. Dan perkara cinta berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Zat yang membolak-balikkan hati. Jika seorang suami meninggalkan jima’ karena tidak adanya pendorong ke arah sana, maka suami tersebut dimaafkan. Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, bila dimungkinkan untuk menyamakan dalam masalah jima, maka hal tersebut lebih baik, utama, dan lebih mendekati sikap adil.
Penulis Fiqh Sunnah menyarankan; meskipun demikian, hendaknya seoarang suami memenuhi kebutuhan jima istrinya sesuai kadar kemampuannya.
Imam al Jashshaash rahimahullah dalam Ahkam Al Qur’an menyatakan bahwa, “Dijadikan sebagian hak istri adalah menyembunyikan perasaan lebih mencintai salah satu istri terhadap istri yang lain.”
Namun perlu saya tegaskan, hukum poligami adalah mubah bukan sunnah/mandub apalagi wajib. Sehingga kita bisa menyikapi secara arif tentang poligami ini, tidak menjadikan poligami sebagai ukuran ketaqwaan seseorang yaitu orang yang berpoligami tidak otomatis lebih taqwa dari orang yang tidak berpoligami. Dan Islam membolehkan poligami ini adalah sebagai salah satu solusi dan tidak lebih dari itu. Karena tidak dapat kita pungkiri, bahwa bahtera kehidupan pernikahan seseorang tidak selalu berjalan dengan mulus; kadang-kadang ditimpa oleh cobaan atau ujian. Pada umumnya, sepasang lelaki dan perempuan yang telah menikah tentu saja sangat ingin segera diberikan momongan oleh Allah Swt. Akan tetapi, kadang-kadang ada suatu keadaan ketika sang istri tidak dapat melahirkan anak, sementara sang suami sangat menginginkannya. Pada saat yang sama, suami begitu menyayangi istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Adapula keadaan ketika seorang istri sakit keras sehingga menghalanginya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai ibu dan istri, sedangkan sang suami sangat menyayanginya, ia tetap ingin merawat istrinya dan tidak ingin menceraikannya. Akan tetapi, di sisi lain ia membutuhkan wanita lain yang dapat melayaninya.
Ada juga kenyataan lain yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa di dunia ini ada sebagian lelaki yang tidak cukup hanya dengan satu istri (maksudnya, ia memiliki syahwat lebih besar dibandingkan dengan lelaki pada umumnya). Jika ia hanya menikahi satu wanita, hal itu justru dapat menyakiti atau menyebabkan kesulitan bagi sang istri. Lebih dari itu, fakta lain yang kita hadapi sekarang adalah jumlah lelaki lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah perempuan; baik karena terjadinya banyak peperangan ataupun karena angka kelahiran perempuan memang lebih banyak daripada lelaki.
Nah, dari berbagai fakta yang tidak dapat dipungkiri di atas, yang merupakan bagian dari permasalahan umat manusia, kita dapat membayangkan, seandainya pintu poligami ini ditutup maka justru kerusakanlah yang akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Dari sini dapat dipahami, bahwa poligami sebetulnya dapat dijadikan sebagai salah satu solusi atas sejumlah problem di atas
2. Pandangan Feminis
Bagi kalangan feminis bolehnya poligami tidak pernah ada dalam benak mereka. Jangankan poligami, monogami kalau bisa mereka tolak. Karena bagi merekauntuk memenuhi kebutuhan seksual yang paling efektif dan efisien bagi mereka adalah dengan sek bebas. Sesuai program mereka “Empowerment of Women” yang di Indonesia dikenal “Pemberdayaan Perempuan” hasil Konferensi Internasioal Kependudukan dan Pembangunan (International Conference On Population and Development-ICPD) tahun 1994 di Kairo, yang menekankan pada kemandirian dan kebebasan kaum perempuan di bidang ekonomi, sehingga perempuan tidak perlu tergantung pada kaum laki-laki (suami).
Kemandirian perempuan dalam ekonomi sekaligus dukungan trhadap kesehatan reproduksinya, secara bertahap akan membuat perempuan tidak lagi mementingkan institusi keluarga. Di negara-negara pelopor kebebasan perempuan seperti Amerika , single parent banyak menjadi pilihan (menjadi tren) para perempuan yang berkarir. Jangankan poligami pernikahan tidak lagi peting. Sek bebas menjadi solusi hak reproduksi perempuan.

3. Pandangan Politis
Dengan memperhatikan pernyataan presiden yang diawali oleh tanggapan masyarakat, serta opini dihampir seluruh media massa, kita dapat melihat masalah poligami ini dari beberapa segi:
Pertama, stanrdar moral. Ketika majalah Playboy versi Indonesia terbit, berbagai tayangan pornoaksi dan kekerasan marak sekali di TV-TV dalam program film, sinetron, dan hiburan namun pemerintah tidak merespon sebagaimana poligami mengapa? Kalau SBY berhujjah punya “moral obligation” (tanggung jawab moral) untuk menyikapi poligami Aa Gym, kemana tanggung jawab moral SBY menanggapi itu semua? Dari sini kita bisa melihat bahwa ppemerintah tidak mempunyai standar moral yang jelas untuk menyikapi segala peristiwa. Mengapa reaksi pemerintah terhadap poligami (yang halal) tidak seheboh kasus zina (yang haram)? Jadi, standar moral pemerintah memang tidak jelas. Atau jangan-jangan, bukan lagi tidak jelas, tapi tidak ada.

Kedua, pemerintah ingin mengembalikan kepercayaan rakyat. Besarnya penolakan kedatangan Bush di Indonesia sebelumnya, sungguh telah merepotkan pemerintah. Sampai pemerintah perlu melakukan penyesatan opini dan penyesatan politik. Terkait dengan penyesatan opini, misalnya, mereka mengatakan bahwa Islam menghormati tamu, dan tidaklah seseorang di antara kalian beriman, hingga menghormati tamunya. Yang lain lagi mengatakan, bahwa Nabi Saw. pernah menerima Abu Jahal dan Abu Lahab di rumahnya, padahal keduanya adalah orang yang paling keras permusuhannya terhadap Beliau dan agama yang Beliau bawa. Sementara Bush, kalau kejahatannya dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan oleh Abu Jahal dan Abu Lahab masih belum ada apa-apanya! Adapun penyesatan politik, mereka katakan bahwa kunjungan Bush sebenarnya membawa manfaat bagi rakyat dan negeri ini; dalam rangka membuka investasi asing dan kerjasama bilateral di bidang kesehatan dan pendidikan, melalui kunjungan dan dampak dari kunjungan Bush tersebut. Dalam kasus Bush ini pemerintah hampir kehilangan kepercayaan rakyatnya. Momen “proklamasi poligami Aa Gym” langsung dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengalihkan opini dan pemerintah berharap dengan perdebatan tentang poligami ini masyarakat melupakan opini sebelumnya terutama opini Bush. Ternyata harapan pemerintah itu tercapai meskipun tidak seratus persen. Opini masyarakat berubah namun kepercayaan belum sepenuhnya kembali.

Ketiga, awamnya masyarakat terhadap hukum Islam khususnya tentang poligami. Pandangan masyarakat tentang poligami ini sebenarnya telah terkooptasi oleh UU yang diterapkan pemerintah sejak lama. Aturan pemerintah yang membuat syarat-syarat yang irasional dan imajiner. Kalau mau poligami, syaratnya tetek bengek. Selain izin isteri tua dan atasan, juga isteri tua harus : (1) tidak mampu menjalanan tugas sebagai isteri, (2) berpenyakit permanen, (3) tidak berketurunan. Di bawah alam sadarnya masyarakat menganggap inilah hukum poligami menurut islam. Padahal aturan ini menurut Islam batil, karena al-Qur`an dan As-Sunnah saja tidak pernah menetapkan tiga syarat tadi.Banyaknya protes masyarakat terhadap poligami Aa Gym, menunjukkan masyarakat belum bisa bersikap dewasa dalam perspektif Islam. Sikap masyarakat yang mencemooh poligami menunjukkan seakan-akan masyarakat kita adalah kaum muallaf yang baru masuk Islam. Disisi lain kita prihatin melihat sambutan sebagian masyarakat Sidoarjo atas kedatangan pemain video mesum Maria Ulfa/Eva. Seperti diberitakan, Maria pulang ke kampung halamannya di Sidoarjo, Jawa Timur, untuk menghadiri acara reuni di SMAM (SMA Muhammadiyah) 2 Sidoarjo. Usai reuni, ME didaulat pengungsi bencana lumpur PT Lapindo Brantas, untuk menghibur mereka di Pasar Baru Porong.ME akhirnya menghibur anak-anak pengungsi dengan melantunkan sebuah lagu dangdut berjudul, “Aku Cinta Kamu.” Sebelum meninggalkan lokasi, ME sibuk melayani permintaan tandatangan dari anak-anak pengungsi. Menariknya, sebagaimana disampaikan ME, sambutan teman-teman dan mantan guru SMA-nya sangat hangat. Seolah kasus yang dilakukan ME bukan masalah serius. “Tidak ada masalah sama sekali, teman-teman dan guru-guru semua baik. Mereka melihat persoalan yang menimpa saya sekarang adalah murni resiko dunia entertainment,” ujarnya.(hidayatullah.com)
Kondisi masyarakat yang belum tahu kalau poligami itu halal, bukan haram. Ini jelas menunjukkan sangat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap Islam khususnya dalam masalah poligami.

Empat, kekalahan dan keputusasaan kaum liberal (sekuler). Kekalahan yang dialami oleh orang-orang sekuler dalam kasus-kasus sebelumnya seperti RUU APP, menambah kebencian mereka pada slam dan kaum muslimin. Sampai-sampai mereka mendobrak pakem mereka sendiri yaitu larangan pemaksaan pendapat yang selalu mereka dengung-dengungkan dan mreka agungkan. Kegagalan mereka menawarkan ide-idenya mendorong mereka untuk menggunakan power (kekuasaan) untuk memaksakan ide-idenya. Sebagaimana yang dilakukan Dirjen Binmas Islam Nasarudin Umar, ketika mencela poligami dan bahkan main ancam kayak preman kepada para kyai dan ustadz, jelas ini fenomena pemanfaatan kekuasaan untuk memaksakan pandangan liberal kepada umat islam. Walau Nasarudin Umar berposisi sebagai Dirjen Bimas Islam, publik juga tahu posisinya sebagai penyambung lidah dan pikiran kelompok liberal. Walhasil, kaum liberal yang konon menabukan pemaksaan pendapat, kini tengah memperalat kekuasaan dan undang-undang guna memaksakan pendapatnya dengan paksaan yang sangat otoriter. Karena sanksi pidana akan dijatuhkan kepada orang Islam yang tidak setuju dengan paham liberal yang mengharamkan poligami.

Kelima, penolakan terhadap syariat Islam. Orang-orang liberal ingin menggiring kaum muslimin untuk mempertanyakan,menggugat lagi kebenran, keutuhan dan kesempuranaan Islam(al-Qur’an dan Hadits), sehingga menghasilkan kebencian dan pobhi terhadap Islam yang berujung pada penolakan terhadap Islam. Salah satu contoh pendapat Thaha Husayn tentang poligami: Poligami yang termaktub dalam QS.4:3 adalah sisa praktik pernikahan jahiliah sebagaimana disebutkan di atas. Pernyataan Thaha Husayn dalam bukunya Fi Syi’r al-Jâhili yang menggemparkan dunia Arab tahun 1920-an hingga dia dipecat sebagai dosen Universitas Kairo, bahwa Al Quran adalah cermin budaya masyarakat Arab jahiliyyah (pra-Islam) (Dâr al-Ma’ârif, Tunisia, tt, h. 25-33). Fakta sosialnya ialah perempuan kala itu dalam kondisi terpinggirkan, kurang menguntungkan dan menyedihkan, dan Al Quran merekamnya melalui teks-teksnya yang masih dapat kita baca saat ini. Dalam hal poligami, Al Quran merekam praktik tersebut sebab poligami adalah realitas sosial masyarakat saat itu.
Oleh karenanya QS 4:3 harus dilihat sebagai ayat yang belum selesai, sebab Al Quran adalah produk sejarah yang tak bisa luput dari konteks sosial, budaya, dan politik masyarakat Arab di Hijaz saat itu. Al Quran sesungguhnya respons Allah terhadap berbagai persoalan umat yang dihadapi Muhammad kala itu. Sebagai respons, tentu Al Quran menyesuaikan dengan keadaan setempat yang saat itu diisi budaya kelelakian yang dominan.
Untuk menurunkan ajaran etik, moral, maupun hukum, Al Quran membutuhkan waktu dan proses. Ambil contoh larangan meminum khamr, Al Quran membutuhkan waktu hingga tiga kali. Dalam masalah poligami pun demikian. Poligami hanya hukum yang berlaku sementara saja dan untuk tujuan tertentu saja, yaitu pada masa Nabi (lihat Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Quran, Bandung: Pustaka, 1996, hlm 68-70). Al Quran membutuhkan waktu untuk mencapai tujuan yang sebenarnya yakni monogami.
Santernya opini poligami ini sebenarnya sama dengan opini jihad dan terorisme yang wajib diwaspadai oleh seluruh kaum muslimin. Bukan malah terjebak dalam perdebatan tentang kebolehan dan tidaknya, maupun syarat-syarat poligami, namun kaum muslimin harus mengetahui agenda tersembunyi kaum kafir dan antek-anteknya di balik opini ini. Sebagaimana hukum bolehnya poligami kewajiban hukum jihad sebenarnya sudah final dikalangan ulama kalaupun ada perdebatan hanya pada masalah-masalah cabang. Namun kewajiban jihad mereka usik dengan mengatakan jihad sama dengan terorisme, dengan memanfaatkan kejadian 11 september. Opini mereka mampu menggiring kaum muslimin dalam perdebatan yang tidak ada gunanya. Dan yang paling berbahaya adalah opini mengarah pada kebencian atau phobi pada Islam. Opini poligami yang sekarang berkembang memiliki tujuan yang sama dengan opini terorisme yang mereka kembangkan ketika itu sampai sekarang. Tujuan jangka pendek mereka adalah menggugat kebenaran, keutuhan dan kesempurnaan Islam, setelah itu membuat masyarakat benci pada Islam dan akhirnya tujuan jangka panjang mereka adalah penolakan terhadap Islam.
Maha Benar Allah yang berfirman dalam surat ali-Imran:118:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.(TQS.ali-Imran:118)
Sungguh kebencian orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum muslimin sangat besar dan tidak akan padam sebelum Islam hina dan kaum meninggalkan agamanya. Namun yakinlah bahwa Allah akan menjaga dan meniggikan agamaNya melalui hamba-hambanya yang mukhlis dan berjuang untuk kemulian Islam dan Kaum Muslimin untuk mendapatkan ridha da jannahNya.
Wallahu a’lamu bish-showab

Read Full Post »

Berebut Tanda tangan Pemain Video Mesum
Senin, 18 Desember 2006
Dunia memang serba terbalik. Pedangdut Maria Eva (ME), tokoh pemain video porno dengan anggota DPR RI diserbu pengungsi Lapindo yang ingin meminta tanda tangan

Hidayatullah.com—Dunia betul-betul terbalik. Penyanyi dangdut yang terlibat skandal video mesum dengan mantan anggota DPR Yahya Zaini, Maria Eva (ME) tiba-tiba menjadi idola para pengungsi lumpur Lapindo di Sidoarjo.

Maria pulang ke kampung halamannya di Sidoarjo, Jawa Timur, untuk menghadiri acara reuni di SMAM (SMA Muhammadiyah) 2 Sidoarjo. Usai reuni, ME didaulat pengungsi bencana lumpur PT Lapindo Brantas, untuk menghibur mereka di Pasar Baru Porong.

ME akhirnya menghibur anak-anak pengungsi dengan melantunkan sebuah lagu dangdut berjudul, “Aku Cinta Kamu.”

ME juga menyantuni para pengungsi lumpur dengan memberikan bantuan 50 dus mie goreng. Bantuan ini diserahkan kepada petugas Satuan Pelaksana Penanganan Bencana Lumpur.

Sebelum meninggalkan lokasi, ME sibuk melayani permintaan tandatangan dari anak-anak pengungsi.

Wanita dengan nama asli Maria Ulfa ini memang salah satu alumni SMAM 2 Sidoarjo. Saat hadir ia bahkan menggunakan baju muslimah warna hijau dipadu kerudung hijau kekuning-kuningan. Ia terlihat gembira, meskipun wajahnya nampak pucat.

Menariknya, sebagaimana disampaikan ME, sambutan teman-teman dan mantan guru SMA-nya sangat hangat. Seolah kasus yang dilakukan ME bukan masalah serius. “Tidak ada masalah sama sekali, teman-teman dan guru-guru semua baik. Mereka melihat persoalan yang menimpa saya sekarang adalah murni resiko dunia entertainment,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan, selama ini ia telah jadi korban kelompok-kelompok tertentu. “Mereka itu orang-orang yang mengejar kebutuhan duniawi,” jelasnya sambil meminta masalah yang menimpanya tak lagi dibesar-besarkan.

Dunia memang terbalik. Mungkin Maria merantau ke Jakarta untuk mengejar kebutuhan rohani. Dan ia mendapatkannya. Terbukti ia “berhasil” mendarat di pelukan Ketua Bidang Kerohanian partai itu. [el/ant/cha]

Catatan Penting:
Bagaimana Indonesia akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT, kalau perbuatan maksiat telah menjadi biasa. Anak-anak, pemuda, bahkan orang-orang yang mencetak generasi bangsa (guru) telah mengidolakan pezina atau paling tidak menganggap perzinaan adalah hal yang lumrah. Jangan-jangan video-video mesum yang menampilkan para pelajar menyebar luas karena para guru tidak lagi menganggapnya perbuatan yang harus di berantas, mudah-mudahan ini dugaan yang salah. Perlu kita merenung semua kejadian, musibah-musibah yang menimpa rakyat Indonesia jangan-jangan juga karena kemurkaan Allah SWT karena tidak lagi memperhatikan hukum-hukumNya. Bagaimana tidak, lha dari rakyat sampai penguasa di Indonesia ini sudah tidak lagi menggunakan standar yang benar yaitu halal dan haram untuk mengukur baik dan buruk.Ingatlah saudara-saudara Allah tidak akan menurunkan azabNya secara umum,kecuali sebuah masyarakat melihat kemungkaran namun mereka tidak mau merubahnya. Mudah-mudahan kita dilindungi oleh Allah SWT dari azab yang demikian amiin.

Read Full Post »

RENUNGAN DI DALAM MASJID

Renungan Di Dalam Masjid

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Kita semua datang kemasjid ini dalam rangka memuji Allah, mensyiarkan syariatNya, meninggikan KalimatNya.
Mari kita tundukkan kepala kita sebagai tanda kerendahan dan ketundukan kita dihadapan Allah, kemudian tutup mata kita bersama-sama perlahan lahan, kemudian……

Marilah kita hadirkan Allah di hati kita masing-masing….
Kalau kita belum merasakannya, yakinlah dan rasakanlah bahwa saat ini Allah sedang melihat kita, Allah sedang memperhatikan kita, Allah mengetahui segalanya…………..
Allah Maha tahu…..
Dia mengetahui segala yang terjadi di bumi ini
Dia mengetahui berapa jumlah kaum muslimin di dunia
Dia mengetahui berapa di antaranya yang tergolong orang-orang munafik
Dia mengetahui berapa daun yang jatuh di muka bumi ini
Dia mengetahui musibah dan kerusakan yang terjadi di negara ini
Dia mengetahui apa yang terjadi di kota ini
Dia mengetahui apa yang terjadi di masjid ini
Dia mengetahui bahwa kita sekarang bertemu,berkumpul dalam rangka mencari keridhoan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Dia bahkan mengetahui apa yang saat ini terbetik di dalam hati kita semuanya.
Saudara-saudaraku…… mari kita mohon ampunan Allah, sungguh Dia sangat luas ampunannya, …….Astaghfirullah al adhiiim, astaghfirullah al adhiiim, astaghfirullah al adhiiim
Ingatlah oleh kita semua akan nikmat yang telah diberikan oleh Allah, ingatlah juga apakah kita telah bersyukur kepadaNya, kalau sudah berapa banyak? tanyakan pada hati kita masing-masing apakah syukur yang kita haturkan pada Allah sudah cukup menggantikan nikmatNya.
Ya ….Allah, Ya ….Allah, Ya ….Allah…..
Ya…. Allah, kami sadar kami adalah hambaMu yang lemah, miskin, tidak kuasa atas segala sesuatu tanpa ijin dan anugerahMu…. ya… Allah.
Engkaulah yang Maha Kuat, Maha Kaya, Maha segala-galanya.
Namun Kami….. ya Allah, karena kesombongan kamilah, kami merasa kuat, kami merasa kaya, kami merasa bisa segalanya. Padahal kami hafal sabda rasulMu, tapi kemudian kami lupakan sabda rasulMU itu:

Seseorang tidak akan masuk surga yang di dalam hatinya terdapat sebutir kesombongan

Wahai ayahanda, wahai ibunda yang saya hormati, para ustad yang saya ta’ati, saudara-saudaraku yang aku sayangi, adik-adikku yang aku cintai…….
Mari kita ingat dan hadirkan masa kecil kita dahulu, ketika berada di pangkuan ayahanda tercinta, ketika berada dipangkuan ibunda tercinta…..,di atas pangkuannya rambut kita di belai dengan penuh kasih sayang…, semua kita pernah mengalami masa-masa indah itu …
Atas kuasa Allah orang tua kita merawat, membesarkan, membimbing dan mendidik kita dengan sabar sehingga keberhasilan demi keberhasilan dapat kita raih. Demikian banyak yang telah mereka korbankan untuk kita, dan mereka tidak pernah minta balasan apapun, kecuali keridhoan Allah, dan Allah pasti membalas kebaikan-kebaikan mereka.
Kemudian apa yang telah kita berikan pada keduanya untuk membalas jasa-jasanya???Adakah diantara kita yang merasa telah membalasnya???Kalau anggapan itu muncul di benak kita…INGATLAH!!!!! Semua yang kita berikan pada kedua orang tua kita tidak akan cukup untuk membalasnya!!!
Kalau sekarang anak-anak kita pernah menyakiti hati kita…maka ingat-ingatlah mungkin kita dulu juga pernah menyakiti hati kedua orang tua kita, astaghfirullah al adhim……saudara-saudaraku mari kita mohonkan ampun untuk keduanya, Allahummaghfirlana wa liwalidaina warhamhuma kama rabbayana shigara.
Saudara-saudaraku…..tidak ada yang lebih diharapkan oleh kedua orang tua kita daripada keinginan agar anak-anaknya menjadi anak sholeh dan sholehah, beriman dan bertaqwa kepada Allah.
Sungguh keinginan mereka berdua juga menjadi keinginan kita semuanya…..Dan Allah telah memberikan jalan kepada kita. Namun banyak perintah-perintah Allah yang kita abaikan, larangan-laranganNya kita langgar…….
• Allah telah melarang kita gibah dan membuka aib orang lain, sudahkah kita terhindar dari itu semua, atau malah sering kita lakukan???
• Allah telah memerintahkan kita menuntut ilmu, sudahkan kita melakukannya dengan sungguh-sungguh atau malah kita telah merasa pandai sehingga menganggap rendah orang lain???
• Allah telah mengharamban riba, sudahkan kita tinggalkan, atau malah kita memakannya.
• Allah telah memerintahkan mengasuh, membimbing dan mendidik anak-anak kita, sudahkah kita laksanakan atau malah kita sia-siakan amanah ini???
• Allah telah memerintahkan kita berbuat baik pada orang tua kita, sudahkah kita laksanakan atau malah kita sering menyakitinya????
• Allah telah memerintahkan kita mencari nafkah untuk anak dan istri kita, sudahkah kita berusaha untuknya atau kita bermalas-malasan dengan segala alasan????
• Kepada para istri Allah memerintahkan melayani suami dan menjaga hartanya dan anak, sudahkah kita lakukan atau malah kita abaikan itu semua???
• Allah telah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetangga, sudahkah kita laksanakan???
Saudara-saudaraku………..
• Allah telah memerintahkan kita untuk menerapkan syariat islam dalam segala aspek kehidupan, sehingga kehidupan kita di ridhoi oleh Allah, Apa upaya yang telah kita lakukan untuk mewujudkannya??? Atau malah kita menghambatnya upaya itu…
• Allah memerintahkan kita berdakwah, amar makruf nahi munkar atau Allah akan menurunkan azab pada kita semua dan tidak mengabulkan do’a-doa kita, sudahkan kita lakukan??? Atau musibah demi musibah,kehinaan,kedholiman, dan do’a-do’a kita selama ini tidak dikabulkan karena kita telah meninggalkan dakwah,….tugas yang paling mulia…..tugas para nabi dan rasul.
• Allah telah melarang kita……
• Allah telah melarang kita……
• Allah telah memerintah kita….
• Allah telah memerintah kita….
Ratusan perintah dan larangan Allah, bahkan ribuan perintah dan larangan Allah, Apakah sudah kita laksanakan dengan baik??? Tidak…..Ya…..Allah
Tapi mengapa….ya…. Allah di dalam hati ini kami telah merasa menjadi orang-orang yang sempurna???
Tapi mengapa…..ya ….Allah di dalam hati kami telah merasa layak memperoleh jannahMu???
Astaghfirullah al adhiim, ampuni kami ya…Allah, hapuslah prsaan-perasaan itu dalam hati kami.
Sungguh saat ini kami belum siap menghadapMU ya….Allah.

Sungguh saudara-saudaraku Allah telah memberikan pertolongan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, karena mereka telah bersungguh-sungguh, bersemangat untuk menolong Agama Allah, mereka telah mengorbankan Harta (sebagai mana Mush’ab bin Umair memilih islam meninggalkan semua kekayaannya) mereka telah meninggalkan orangtua yang dicintai (sebagaimana Sa’ad bin abi waqash) mereka telah merelakan badannya disakiti (sebagaimana Bilal dan Khabab bin arts) mereka telah mengorbankan jiwanya,nyawanya (sebagaimana Hamzah).
Semua itulah yang mampu mendatangkan pertolongan Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Ya….Allah….. sungguh,.. kami rendah di hadapanMu ya….Allah….
Sungguh…. Kami hina….. ya…Allah di banding RasulMu dan para sahabatnya.

Sauadara-saudaraku yang di rahmati Allah, Sauadara-saudaraku yang aku cintai…..
Mari kita tanya pada hati kita masing-masing, Kalau Allah mendatangkan pertolongannya kepada Rasulullah dan para sahabatnya karena mereka telah mngorbankan segalanya untuk Allah.
Apakah kita sudah layak mendapatkan pertolongan Allah????
Kalau tidak,….maka mari kita beristighfar…..astaghfirullah al adhiiim.

Namun jangan khawatir….saudar-saudaraku….
Allah telah berjanji dan Dia tidak akan menyalahi janjiNya…
Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan maka Allah PASTI membalasnya.
Sekecil apapun tenaga yang kita korbankan maka Allah PASTI membalasnya.
Sedikit apapun harta yang kita infaqkan dijalan Allah maka Allah PASTI membalasnya.
Sepatah kata yang kita ucapkan untuk berdakwah kepada Allah maka Allah PASTI membalasnya.

SAUDARA-SAUDARAKU………!!!!!!
ALLAH TELAH BERJANJI AKAN MEMBERIKAN KEKUASAN, MEMBERIKAN KEMENANGAN KEPADA ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN YANG BERAMAL SHOLEH…..!!!!
ALLAH TELAH BERJANJI MELALUI LISAN RASULNYA, BAHWA YANG PERTAMA KAUM MUSLIMIN KELAK AKAN MENAKLUKKAN KONSTATINOPEL DAN ITU TELAH ALLAH PENUHI LEWAT TANGAN MUHAMMAD AL FATIH rahmatullah alaika…….
ALLAH TELAH BERJANJI MELALUI LISAN RASULNYA, BAHWA YANG KEDUA KAUM MUSLIMIN KELAK AKAN MENAKLUKKAN ROMAWI, YANG DENGAN IZIN ALLAH AKAN TERJADI …….!!!
ALLAH JUGA BERJANJI AKAN MENGEMBALIKAN KEKUASAAN KAUM MUSLIMIN, MENGEMBALIKAN KEKHILAFAHAN KAUM MUSLIMIN YANG AKAN MENGUASAI, MENETRAMKAN, MEDAMAIKAN, MEMBAHAGIAKAN KEHIDUPAN DI SELURUH DUNIA.

TERSENYUMLAH, SAUDARA-SAUDARAKU,,,,,,,,
MARI KITA SAMBUT JANJI-JANJI ALLAH ITU DENGAN KEGEMBIRAAN,KENTUNDUKAN DAN SEMANGAT MENGHARAP KERIDHOAN ALLAH UNTUK MENUJU JANNAH ALLAH YANG LUASNYA SELUAS LANGIT DAN BUMI.
ALLAAAAHU AKBAR……..
WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB.

Read Full Post »

Yang Tersembunyi Di Balik Radikalisme
Oleh: Tamyis Sa’ad

Harian Republika, Jumat (27/11/2005), hal. 20, memuat berita berjudul: “Depag Kaji Buku Jihad Radikal”. Dalam berita ini tertulis: “Terkait dengan rencana pelarangan buku-buku tentang jihad, menyusul munculnya aksi terorisme berkedok perjuangan suci Islam, Departemen Agama (Depag) RI, saat ini terus melakukan kajian mendalam terhadap buku-buku yang telah beredar.”
Sekjen Depag, Faisal Ismail, seperti dikutip dalam berita itu, menjelaskan, ayat-ayat yang dipakai dalam buku-buku jihad yang cenderung radikal ini, biasanya yang melegitimasi tindak kekerasan. Kata Faisal: “Inilah yang harus diberikan pencerahan kepada generasi muda sehingga mereka tidak gampang terjebak dalam radikalisme yang menyesatkan.”
Dari pernyataan Sekjen Depag itu, bisa diambil kesimpulan, bahwa radikalisme Islam adalah ajaran terlarang, sehingga buku-buku yang mengandung ajaran radikal Islam, akan dilarang beredar di pasaran, dan ditarik dari peredaran.
Di sisi lain staf pengajar Fakultas Hukum UGM Denny Indrayana, SH, LLM, Phd menyatakan pada acara, Diskusi 60 Tahun Indonesia Merdeka: Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) : Situasi dunia saat ini hampir bangkrut karena dominasi sistem Kapitalisme global yang begitu busuk dan menghasilkan bangsa-bangsa kafir penjajah imperialis yang rakus. Dalam menghadapi konstalasi politik global yang didominasi ekonomi pasar, bahkan sampai pemilihan presiden pun ditentukan oleh pasar, kita memerlukan pikiran-pikiran dan solusi-solusi yang bersifat radikal.

Radikal, Radikalisme, Makhluk Apa?
Kamus Webster memaknai radikal sebagai hal yang mendasar, mengakar, menuju atau dari akar. Perubahan yang radikal, misalnya, adalah perubahan yang mendasar, sangat besar, sehingga mencapai situasi baru yang berbeda sama sekali dari sebelumnya.
radikalisme adalah cara-cara menyelesaikan persoalan sampai ke akar-akarnya sehingga “tuntas” betul, yang muncul dalam bentuk-bentuk mengubah secara total, membongkar, meruntuhkan, “menjebol”.
Kamus Umum Belanda-Indonesia yang dikarang S. Wojowasito mendefinisikan “radicaal” sebagai (1) mendalam hingga ke akarnya, (2) ekstrim, (3) berpendirian amat jauh.
Secara bahasa term-term ‘terorisme’, ‘fundamentalisme’, ‘militan’, dikalangan akademisi relatif dapat sepakat. Namun setelah masuk pada arti secara istilah di kalangan mereka kemudian banyak perbedaan yang sulit menemukan kata sepakat, bahkan dapat dikatakan mustahil.
Coba kita lihat beberapa komentar yang tentang radikal atau radikalisme berikut ini:
1. Radikalisme sendiri dalam pandangan M. Jusuf Kalla sewaktu menjabat Menko Kesra merupakan sebuah paham yang diyakini oleh segelintir kelompok. Karena pandangan yang sempit dengan radikalisme itu bisa menggapai surga atau neraka, akhirnya terjadi radikalisme. Seseorang tidak merasa bersalah walaupun melukai orang lain. “Sebagai paham, radikalisme harus dilawan dengan paham pula dan tidak mungkin dilawan dengan senjata,” tandasnya.
2. Menkopolhukam Widodo AS mengatakan, radikalisme di Indonesia menjadi salah satu penyebab lahirnya teroris yang meresahkan dan membuat sengsara masyarakat selama ini.
“Kenapa teror muncul. Ini karena adanya radikalisme. Orang menjadi tega membunuh juga karena radikalisme,” kata Widodo dalam Rapat Konsultasi mengenai Penanganan Kasus Kekerasan Poso dengan kalangan DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno di Jakarta, Kamis (22/12).
3. Hasyim Muzadi : Dalam bahasa arab, istilah radikalisme biasa disebut tathorruf lalu menjadi muthothorrifin. kemudian diartikan dengan istilah teror atau menciptakan bencana-bencana
4. Mantan Menteri Agama pada Pemerintahan Soeharto, Tarmizi Taher dalam tulisannya berjudul “Anatomi Radikalisme Keagamaan dalam Sejarah Islam”. Kelahiran kelompok radikal ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap aliran reformasi. Pasalnya, kelompok reformis terlalu mengakomodasi kepentingan kapitalisme Barat (Eropa) ke dalam Islam dan berkompromi dengan modernitas yang dikembangkan dunia Barat.
5. Syafi’I maarif: Bagi Muhammadiyah, menempuh jalan radikal sama maknanya dengan harakiri. Suatu perbuatan yang hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang sesak nafas karena tidak berani hidup secara bermakna. Kematian lebih mereka pilih dibanding kehidupan.
Beberapa komentar di atas, menunjukkan kepada kita arti radikal atau radikalisme dalam konotasi negatif. Konotasi inilah yang banyak berkembang saat ini yaitu radikal dihubungkan dengan kekerasan. Namun ada beberapa komentar yang menunjukkan kepada konotasi positif diantaranya:
1. Riza SihBudi : Penelitian yang dilakukan LIPI tentang Islam dan Radikalisme di Indonesia menunjukkan bahwa radikalisme tidak terkait dengan terorisme. “Kita teliti kelompok-kelompok yang dicap radikal seperti MMI, FPI, Laskar Jihad, dan Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir, misalnya, mengedepankan cara-cara damai. Mereka memang menggelar aksi-aksi demo, tapi tidak destruktif jadi, radikalisme mereka itu sebatas pemikiran”, paparnya.
2. Dr Farish Noor adalah intelektual muda Malaysia yang menjadi peneliti di Centre for Modern Orient Studies di Jerman. Menurut dia, semua pembaru adalah tokoh radikal yang ide dan pemikirannya bertentangan dengan penguasa dan sistem yang diterapkan dalam sebuah wilayah. Farish menyebut semua tokoh keagamaan, mulai dari Sidharta Gautama atau Buddha, Nabi Isa atau Yesus Kristus, dan Nabi Muhammad SAW, adalah tokoh radikal pada zamannya. Nama-nama yang disebutkan terakhir ini adalah Tokoh-tokoh agama yang diagungkan oleh masing-masing pengikutnya.
3. Di masa penjajahan Belanda, istilah ‘radikal’ bermakna positif. Dalam disertasinya di Utrecht, Belanda, Adnan Buyung Nasution mencatat, pada tahun 1918, di Indonesia dibentuk apa yang disebut sebagai “Radicale Concentratie”, yang terdiri atas Budi Utomo, Sarekat Islam, Insulinde, dan Indische Sociaal Democratische Vereniging. Tujuannya untuk membentuk parlemen yang terdiri atas wakil-wakil yang dipilih dari kalangan rakyat.

Dari komentar-komentar di atas bisa kita lihat, makna radikalisme sangat beragam bahkan bertolak belakang. Kalau kita ambil dua konotasi di atas kesimpulan yang didapat adalah Sidharta Gautama atau Buddha, Nabi Isa atau Yesus Kristus, dan Nabi Muhammad SAW, orang-orang yang sesak nafas karena tidak berani hidup secara bermakna, penyebab lahirnya teroris yang meresahkan dan membuat sengsara masyarakat, menciptakan bencana-bencana, dan ini sangat berbahaya.

Siapa Yang Radikal?
Dengan melihat definisi atau komentar-komentar di atas menunjukkan tidak ada kesepakatan dikalangan para peneliti sosial keagamaan tentang definisi radikal atau radikalisme secara istilah. Karena itulah dalam menentukan siapa kelompok yang Layak diberi “gelar” radikal , apa cirinya, antara satu dengan yang lain banyak perbedaan. Apalagi jika kata radikal ini digabungkan dengan kata Islam menjadi “Islam radikal” atau “radikal Islam”. Siapa kelompok “Islam Radikal” tersebut?. Kalau kita melihat ciri-ciri siapa yang disebut Islam radikal yang diberikan oleh para peneliti, maka kita bisa melihat ciri-ciri itu sesuai dengan kepentingan masing-masing. Dari beberapa contoh berikut kita bisa melihat itu semua :
1. Mantan Menteri Agama pada Pemerintahan Soeharto, Tarmizi Taher dalam tulisannya berjudul “Anatomi Radikalisme Keagamaan dalam Sejarah Islam”. Dalam artikel yang dimuat di buku Radikalisme Agama itu, Tarmizi berpendapat, radikalisme hanya salah satu aliran dalam Islam. Aliran lainnya adalah revivalisme dan reformasi.
Kelompok radikal sangat dipengaruhi oleh pemikiran Sayyid Qutb, Abu A’la Maududi, dan Abu Hasan Nadwi. Kedua tokoh yang disebut terakhir tinggal di India. Kendati demikian, pengaruh pemikirannya bisa ditemukan di Mesir, Yordania dan Siria.
Kelahiran kelompok radikal ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap aliran reformasi. Pasalnya, kelompok reformis terlalu mengakomodasi kepentingan kapitalisme Barat (Eropa) ke dalam Islam dan berkompromi dengan modernitas yang dikembangkan dunia Barat.
Menurut kelompok radikal, cara pikir seperti itu akan membahayakan puritanisme Islam. Mereka terpanggil mempertahankan dan berjuang mengembalikan puritanisme Islam itu. Untuk itu, langkah pokok yang pertama-tama ditempuh kelompok ini adalah menegakkan kekuasaan dan kedaulatan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Olivier Roy, seorang ilmuwan politik Perancis, Beberapa ciri yang ditunjukkan Roy mengenai gerakan neo-fundamentalisme radikal ini adalah,
Pertama, mereka mengkombinasikan jihad politik dan militansi terhadap segala hal yang beraroma Barat-sekuler dengan definisi Islam yang sangat konservatif. Mereka sangat menentang musik, seni dan hiburan, serta kehadiran perempuan dalam ruang publik.
Kedua, gerakan ini bersifat supra-nasional. Terdapat jaringan internasional di mana para aktor gerakan ini dilatih dan dibekali dengan berbagai keterampilan militansi, di samping disediakan dana untuk mendukung aksi-aksi mereka dalam ranah nasional masing-masing.
Ketiga, gerakan ini berusaha keras menunjukkan kegagalan “nation-state”, yang diklaim terjepit di antara solidaritas kebangsaan dan globalisasi.
3. Horace M. Kallen (1972) mencatat tiga ciri radikalisme,
Pertama, Radikalisme merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Respon ini dapat berupa evaluasi, penolakan, atau perlawanan,
Kedua, Radikalisme biasanya bukan sekedar penolakan, tetapi berlanjut pada upaya mengganti tatanan yang ada dengan tatanan lain. Jadi, sesuai arti kata “radic”, sikap radikal mengandung keinginan untuk mengubah keadaan secara mendasar,
Ketiga, Radikalisme juga ditandai dengan kuatnya keyakinan kaum radikalis terhadap program atau ideology yang mereka bawa, dan sekaligus penafian kebenaran system lain yang akan diganti.
4. Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sudah menerbitkan hasil penelitiannya dalam bentuk sebuah buku berjudul “Gerakan Salafi Radikal di Indonesia” (Penyunting: Jamhari dan Jajang Jahroni).
kriteria ‘Islam radikal’ yang disebutkan dalam buku ini:
Pertama, Kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang berlangsung;
Kedua, Dalam kegiatannya mereka seringkali menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan tidak menutup kemungkinan kasar terhadap kegiatan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan keyakinan mereka,
Ketiga, Secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok radikal mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang khas.
Keempat, Kelompok ‘Islam radikal’ seringkali bergerak secara bergerilya, walaupun banyak juga yang bergerak secara terang-terangan.
Dari empat sumber di atas maka akan banyak sekali kelompok-kelompok atau orang yang terkategori sebagai “Islam Radikal”. Tidak heran jika kemudian dari hasil penelitian Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta mengatakan Ada empat kelompok yang mendapat cap “salafi radikal” dalam buku ini, yaitu Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbuttahrir. Koordinator Jaringan Islam Liberal Hamid Basyaib juga mengatakan ada sekitar 13 juta orang Islam di Indonesia, terlibat dalam gerakan Islam radikal. Ini berarti sebanyak 6,5 persen dari total penduduk Indonesia. Angka yang mestinya besar. Tak penting apakah seluruhnya dari 13 juta itu sebagaian besar terlibat secara aktif atau cukup memberi ‘Amien’.

Dibalik istilah Radikalisme?
Apa arti sebuah nama? Kalimat ini sering di ucapkan oleh orang-orang, seakan-akan memberikan pengertian nama bukan hal yang penting. Tapi coba anda bayangkan apa yang terjadi jika semua orang tidak punya, atau memiliki nama yang sama? Kita akan merasakan betapa pentingnya sebuah nama.
Demikian pula dengan “nama ” Islam Radikal, Islam militan, Islam fundamentalisme, semua itu akan sangat berpengaruh pada citra kelompok yang dilabeli nama tersebut. Istilah radikalisme yang sekarang mulai gencar didengungkan pasti bukan tanpa sebab dan tujuan. Isu perang melawan teroris yang diusung oleh Amerika yang sejatinya perang melawan Islam dan kaum muslimin, belum bisa menyentuh kelompok-kelompok gerakan pemikiran yang sekarang mulai dikhawatirkan. Karena yang berkembang sampai saat ini, orang dapat dianggap teroris dia harus terkait dengan kekerasan. Sulit menuduh orang sebagai teroris jika tidak terkait dengan tindak kekerasan secara langsung maupun tidak, sehingga sah untuk perangi atau “dihabisi”.
Sehingga membutuhkan isltilah baru agar kelompok atau orang islam yang memperjuangkan agamanya secara pemikiran , “sah” untuk diperangi. Karena gerakan Islam Radikal (gerakan pemikiran) inilah yang sebenarnya menjadi ancaman jangka panjang. Dalam kamus politik AS saat ini, Islam radikal, Islam militan, Islam fundamentalis, memang masuk daftar musuh Barat yang utama yang wajib diberantas. Dan ini memang hasil penggodokan para ilmuwan garis keras AS. Fawaz A Gerges, dalam bukunya America and Political Islam: Clash of Cultures or Clash of Interests, 1999, mengungkapkan, beberapa ilmuwan AS (seperti Indyk, Kirkpatrick dan Miller), membuat sejumlah kesimpulan tentang Islam. Diantaranya, pembentukan rezim otoriter adalah pilihan lebih baik dari pilihan jelek dari “dua setan” (the least of two evils). Karena itu AS mesti terus menyokong regim yang otoriter itu, meskipun mengorbankan demokrasi. “Jadi meskipun banyak kaum konfrontasionis merasa pemerintahan Timteng memperlakukan rakyatnya secara buruk, tapi regim-regim itu telah membantu AS untuk menetralisir Islam radikal-Islam politik — dan juga melindungi kepentingan AS,” kata Gerges.
Prof Din yang juga sebagai Ketua Sidang Pada Konferensi Tokoh Islam Dunia di Tripoli menyatakan, untuk mencegah agar tidak terjadinya tindakan ekstrimisme dan radikalisme, maka dianjurkan agar kembali kepada “fundamentalisme” atau nilai-nilai dasar agama.
Para pejabat dan pemuka agama sering mengutuk kaum radikal dan mengaku “moderat”. Usai bertemu dengan Colin Powell, di Jakarta, Jumat (2 Agustus 2002), Menlu Hassan Wirajuda menepis kekhawatiran meluasnya gerakan Islam radikal di Indonesia. Mayoritas muslim Indonesia, kata Wirajuda, cenderung moderat dan gerakan radikal tak memiliki banyak pendukung. “Pemberlakuan syariat Islam sudah dibicarakan sejak 1945, hanya sedikit yang mendukung,” ujarnya seperti dikutip Koran Tempo (3/8/2002).
Disinilah kita sebagai kaum muslimin harus memahami dan waspada mengapa radikalisme dikaitkan dengan terorisme. Jika pernyataan-pernyataan biang dari teroris adalah radikalisme terbukti, maka menangkap, memerangi, dan menghabisi kelompok atau orang yang radikal menjadi sah sebagaimana berlaku pada para teroris.
Kalau kita kembali pada definisi atau ciri-ciri Islam Radikal, di Indonesia selain empat kelompok Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Hizbuttahrir, anda, organisasi anda, atau siapa pun juga, yang merasa punya kriteria idelogi semacam itu, siap-siaplah dicap sebagai ‘Islam radikal’, ‘Islam fundamentalis’, ‘Islam militan’, ‘Islam revivalis’, ‘Islam literalis’, dan sebagainya. Dengan kriteria semacam itu, PKS, MUI, DDII, PBB, Hidayatullah dan sederet organisasi Islam lainnya dengan mudah bisa dimasukkan kategori ‘Islam radikal’, karena bersikap kritis terhadap pandangan hidup Barat dan meyakini pandangan hidup dan sistem Islam sebagai solusi kehidupan umat manusia.

Indonesia dan Skenario Glabal
Aksi-aksi teroris di dunia termasuk Indonesia, terjadi dengan alur atau tahapan-tahapan yang teratur. Oleh karena itu kejadian-kejadian itu tidak bisa hanya dipandang sebagai masalah lokal masing-masing negara. Dengan berpikir sedikit, sangat mudah bagi orang untuk melihat bahwa aksi teroris dan isu perang melawan teroris merupakan skenario global, tidak terkecuali Indonesia. Di antaranya bisa dilihat dari beberapa hal: 1. Laporan yang dilansir oleh National Intellegence Council (NIC), tentang Mapping the Global Future (Pemetaan Masa Depan Dunia), salah satunya munculnya Khilafah baru pada tahun 2020, yang juga memprediksi Indonesia sebagai salah satu bagian dari kekhilafahan baru tersebut. 2. Rekayasa runtuhnya gedung WTC di New York AS, al-qaidah sebagai kambing hitam. 3. Serangan AS ke Afghanistan dn Irak 4. Di Indonesia, Misteri Jama’ah Islamiyah, Bom Bali I, ditangkapnya Abu Bakan Ba’asyir dan tertangkapnya Dr. Azahari dll.
Kadang untuk menetralisir tuduhan hanya terhadap Islam saja kadang mereka menyamakan “aktivitas radikal” yang dilakukan oleh sebagaian orang islam dengan aktivitas agama lain. Contoh pernyataan M.J. Kalla bagaimanapun radikalisme juga dilakukan oleh orang-orang yang beragama Kristen seperti yang terjadi di Texas Amerika. Begitu juga radikalisme yang dilakukan orang-orang Protestan di Irlandia Utara. “Di Jepang kelompok radikal membuat bom-bom kimia di bawah tanah. Jadi, radikalisme bukan hanya milik umat Islam. Jadi, sekali lagi catatan radikalisme itu ada di mana-mana,”Dia juga menambahkan bahwa radikalisme bukan hanya ada pada agama. Radikalisme juga ada pada negara seperti yang dilakukan Yugoslavia terhadap bangsa Bosnia maupun Soviet terhadap bangsa Chechnya.
Padahal, Islam adalah agama yang unik yang berbeda dengan agama-agama samawi lainnya, yakni Islam adalah agama samawi terakhir dan penghapus agama samawi sebelumnya. Allah SWT telah menjamin pemeliharaan Islam sebagaimana ia diturunkan sampai Hari Kiamat nanti. Allah SWT berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.”
(QS Al Hijr : 9)

Keunikan lainnya, Islam adalah suatu ideologi yang menyeluruh dan sempurna, yang didasarkan pada aqidah yang dibangun atas dasar akal, yang darinya lahir peraturan hidup yang menyeluruh untuk meng-atasi segala problem kehidupan manusia sampai Hari Kiamat. Tidak ada kesan bahwa Islam itu lemah dalam memberikan keterangan hukum syara’ untuk problem apa pun yang akan dihadapi manusia. Sebab Allah SWT berfirman :

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.”
(QS An Nahl : 89)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pernah ditunjukkan Dunia Islam dahulu, adalah hasil penerapan Islam dalam kehidupan, bukan hasil dari pemisahan agama Islam dari kehidupan. Kemajun ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia kini, berhutang budi kepada para ulama Islam yang telah me-rumuskan berbagai teori dan hukum yang mendasar, di bawah naungan kehidupan Islam dan Daulah Islamiyah.
Maka dari itu, predikat radikalisme yang dilekatkan pada Islam dan gerakan-gerakan Islam sebagaimana dilekatkan pada gerakan Kristen, adalah predikat yang salah dan tendensius. Tidak sesuai dengan fakta ajaran Islam dan fakta orang-orang yang berjuang mengembalikan Islam dalam kehidupan. Sebab, mereka berusaha untuk mengubah realitas kehidupan kaum muslimin yang buruk, yang merupa-kan hasil dari penerapan sistem buatan manusia dalam kehidupan. Ini jelas bertolak belakang dengan aktivi-tas gerakan-gerakan radikalisme Kristen yang ber-usaha melestarikan pola kehidupan orang Kristen sebelum era kapitalisme, baik secara formal maupun substansial.
Dengan demikian, predikat radikalisme yang diberikan Amerika, Eropa, melalui penguasa negeri-negeri kaum muslimin kepada gerakan-gerakan Islam, tak lain adalah untuk memerangi kembalinya Islam dalam kehidupan. Ini memang masalah yang strategis, bahkan sangat vital bagi Barat. Karenanya mereka sangat berambisi untuk mempertahankan Dunia Ketiga –khususnya negeri-negeri Islam— sebagai dunia yang terbelakang, yang jauh dari kebangkitan yang hakiki. Tujuannya adalah untuk menghalang-halangi kembalinya negara Khilafah yang akan men-cerabut sistem kehidupan mereka dari akar-akarnya serta menghancurkan ketamakan dan keserakahan mereka.
Fakta itu semua sebenarnya menunjukkan pada kita terutama pemerintah tidak menutup kemungkinan ada pihak asing yang bermain pada seluruh kejadian di tanah air. Kita pun kemudian menjadi jelas apa dibalik Rencana Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menyusup ke kelompok-kelompok Islam radikal untuk melumpuhkan aksi terorisme dan pernyataan-pernyataan pejabat pemerintah Indonesia yang mengaitkan antara Radikalisme dan terorisme. Semua itu tidak lain adalah upaya untuk memandulkan,memerangi, menghabisi, mematikan setiap usaha perjuangan untuk mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin. Maka dari itu setiap orang yang mendukung rencana-rencana tersebut secara sadar atau tidak sudah menjadi antek-antek barat dalam memerangi Islam dan kaum muslimin. Disinilah pentingnya kaum muslimin untuk memiliki pemikiran politik yang kuat, agar tidak terjebak dalam skenario global asing. Na’uzu billahi mindalika. Wallahu a’lam bishshowab

Read Full Post »

INDONESIA MERDEKA?

INDONESIA MERDEKA?
Oleh: Tamyis Sa’ad Abdul Aziz
Pendahuluan
Banyak orang mengatakan bahwa motif penjajahan negara-negara kafir barat atas negeri-negeri kaum muslimin dahulu adalah untuk menguras kekayaan negeri-negeri kaum muslimin. Penjajahan selama 3,5 abad yang pernah dialami bangsa Indonesia misalnya, bermula dari penjajahan yang dilakukan oleh VOC. Sebagai sebuah kongsi dagang, VOC jelas bukan “institusi politik”.Pernyataan ini tidak seluruhnya salah, karena yang bisa kita amati di permukaan, memang mereka mengeruk kekayaan negeri kaum muslimin. Namun jika berhenti disini saja, mungkin anggapan ini terlalu sederhana, mengapa? Karena dalam kaca mata ideologi penjajahan atau imperialisme dengan segal bentuknya merupakan metode Kapitalis untuk menyebarkan Ideologinya. Juga harus dipahami, motif penjajahan terhadap negeri-negeri muslim sesungguhnya berbeda dengan penjajahan negeri-negeri yang lain. Kenyataan ini harus kita lihat dan hubungkan dengan sejarah kekuasaan kaum muslimin serta penjajahan negara-negara kafir barat. Sebagaimana yang telah dilupakan banyak kaum muslimin bahwa umat Islam telah menjadi negara adi daya lebih kurang 13 abad. Inilah yang membuat orang-orang kafir selalu ingin menggantikannya. Upaya mereka –orang kafir- sangat luar biasa dan tak kenal lelah, sehingga pada abad 18-an mereka mulai menuai hasilnya. Dimana pada waktu itu kaum muslimin dalam kondisi yang lemah sedangkan negara-negara barat mulai bangkit. Peperangan-peperangan yang telah dilewati semakin melemahkan kekuatan umat Islam yang masih dalam naungan Khilafah Islam. Opini dan propaganda nasionalisme yang disebarkan oleh orang-orang kafir berhasil menghancurkan kesatuan umat Islam.
Sedikit demi sedikit negeri-negeri kaum muslimin mulai dijajah secara fisik dengan kekuatan militer dan mulai memisahkan diri dengan kekuasaan khilafah. Namun kekhawatiran negara-negara barat terutama Inggris terhadap kekuatan khilafah masih belum sirna. Mereka sadar bahwa selama khilafah Islam berdiri, kekuatan kaum muslimin tidak mungkin bisa dikalahkan meskipun keadaan negeri mereka sudah lemah dan terpecah belah. Ruh untuk bersatu dan hidup di bawah naungan hukum islam merupakan lawan terbesar yang harus segera dipadamkan. Inggris memahami ruh jihad dan menjadi ummah wahidah akan segera membakar mereka jika khilafah islam berhsil memandu dan mengarahkan kembali kaum muslim. Untuk itulah maka dikembangkan paham nasionalisme dan patriotisme serta membuat opini “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Jika demikian halnya maka penjajahan yang dilakukan oleh negara kafir imperialis terhadap negeri kaum muslimin bukan sekedar motif ekonomi, lebih dari itu adalah untuk menghancurkan kekuasaan Islam dan kaum muslimin didunia.

Kemerdekaan atau Penjajahan
Tidak kalah pentingnya dari memahami apa motif penjajahan negara kafir imperialis adalah memahami istilah kemerdekaan yang diberikan kepada negeri-negeri muslimin. Saat menjelang berakhirnya perang dunia II muncul kesimpulan yang jelas pada orang-orang yang memahami percaturan politik internasional bahwasanya penjajahan harus di hapuskan. Sebab, serangan Rusia atas sistem penjajahan itu telah melemahkannya. Ketika negara-negara sekutu berhasil memenangkan perang dunia II, di anatara program yang dilancarkan Rusia adalah melanjutkan kembali serangan terhadap sistem ekonomi kapitalis, menyerang sistem imperialisme barat, menggerakkan penduduk tanah jajahan agar melakukan revolusi dan merekayasa berbagai kejadian untuk merepotkan negara-negara kapitalis barat. Oleh karena itu AS berfikir bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan imperialisme kecuali dengan mengubah taktik penjajahan dan tidak ada jalan untuk mengambilwilayah imperialismenya dari sisa-sisa negara terjajah kecuali dengan melakukan taktik baru imperialisme itu.
Mengenai hal ini John Foster Dulles Menteri Luar Negeri AS menyatakan : “Sesungguhnya kondisi penjajahan Barat itu selalu diamati secara terus menerus oleh para pemimpin Sovyet, sebagai sebuah titik incaran. Dimana pada titik itu Sovyet bisa melancarkan puklan mematikan”. Kemudian dia menambahkan , ” Pada saat menjelang berkahirnya perang dunia II, stu-satunya kondisi politik yang mendapatkan perhtian serius adalah kondisi daerah-daerah jajahan. Kalau negara-negara Barat berusaha mempertahankan daerah jajahannya seperti cara-cara yang sudah ada, maka dapat dipastikan terjadinya pemberontakan bersenjata, dan juga Barat pasti kalah. Maka satu-satunya strategi yang meungkin berhasil adalah dengan cara damai memberikan kemerdekaan yang terhormat kepada 700 juta jiwa manusia yang berada di bawah kekuasaan penjajahan Barat.
Dengan demikian, kemerdekaan yang diberikan kepada negeri-negeri kaum muslimin oleh negara kafir penjajah sebenarnya adalah kemerdekaan semu. AS sebagai negara terkuat pemenang perang dunia II, Ingin menguasai negara-negara jajahan Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, serta Portugal. Maka peristiwa Kongo, Angola, dan gerakan-gerakan PBB menentang Inggris di Afrika, seperti Rodesia dan peristiwa Irian Barat dimana PBB menggabungkan Irian ke Indonesia, semua itu merupakan bukti jelas atas lengkah-langkah AS dalam mengawali cara neo-imperialisme dengan memberikan kemerdekaan kepada suatu bangsa lalu menjajahnya kembali dengan hutang.
Hutang merupakan cara baru yang digunakan AS untuk menjajah kembali daerah-daerah bekas jajahanya. AS sangat gelisah dan resah bila negara yang diberinya kemerdekaan itu menolak mengambil hutang. Maka AS membuat berbagai kesulitan/kerusuhan hingga ia tunduk dan dengan terpaksa mengambil hutang kepada AS. Indonesia misalnya, pertama kali Indonesia merdeka tahun 1945 Indonesia menolak mengambil hutang kepada Amerika –kerana AS juga dianggap sebagai negara penjajah- sehingga hal itu mendorong AS membuat berbagai bentuk pemberontakan dan kekacauan sampai Indonesia tunduk pada tahun 1958. Sejak itulah Indonesia diikat oleh AS dengan utang luar negeri.

Sekilas Sejarah Kemerdekaan Indonesia
“Kemerdekaan Indonesia” tahun 1945 tidak dapat dipisahkan dengan kemerdekaan negeri-negeri muslim yang lain. Karena Indonesia merupakan negara dimana mayoritas penduduknya adalah beragama islam. Pertanyaanya apakah Indonesia benar-benar merdeka? Kemerdekan sering ditafsirkan orang dengan terbebasnya manusia dari berbagai penindasan dan aturan yang mengungkungnya. Dengan kata lain kemerdekaan adalah kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri tanpa ada tekanan pihak-pihak lain. Orang merdeka adalah yang telah berdaulat sepenuhnya terhadap dirinya sendiri. Imam Ali r.a. mengibaratkan dalam suatu ungkapan: “Budak beramal karena takut hukuman, Pedagang beramal karena menginginkan keuntungan, Namun orang merdeka beramal karena keimanannya mengharapkan Ridha Allah SWT. Negara merdeka adalah negara yang memiliki kedaulatan untuk mengatur dirinya sendiri. Dalam khasanah hubungan internasional, salah satu unsur penting dari negara merdeka adalah kedaulatan yang oleh Grotius didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan atas kemauan sendiri, bukan di bawah kontrol atau telunjuk orang lain.
Masuknya kekuasaan pemerintah militer Jepang ke Indonesia setelah dapat mengusir pemerintah Kolonial Belanda, apa yang berlaku pada masa pemerintahan Belanda tetap berlaku, kecuali sedikit sikap milter Jepang mulai merangkul kekuatan politik umat Islam, karena kebutuhannya menghadapi kekuatan tentara sekutu. Setelah kondisi Jepang terdesak oleh tentara sekutu maka dibentuklah BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia). Keanggotaan badan tersebut mayoritas kalangan nasionalis sekuler –hasil pendidikan penjajah- yang secara real mayoritas kalangan elit politik bangsa Indonesia pada waktu itu. Pada akhir kekuasaan pemerintahan militer Jepang, BPUPKI ganti nama menjadi panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Di dalam PPKI inilah terjadi perdebatan tentang dasar negara antara kalangan Islam dan nasioalis sekuler, yang akhirnya disepakati Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.Beberapa minggu kemudian Jepang menyerah pada Sekutu yang disusul dengan proklamasi kemerdekaan yang diwakili oleh Soekarno dan Muhammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Semula direncanakan Piagam Jakarta itulah yang akan menjadi naskah Proklamasi, tetapi pada pelaksanaannya yang dibacakan adalah naskah proklamasi yang dibuat seketika dan ringkas. Setelah merancang batang tubuh UUD, tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan sidang untuk menetapkan UUD negara Republik Indonesia.
Hanya beberapa menit menjelang sidang PPKI dimulai M Hatta telah mengundang beberapa tokoh Islam, yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Wachid Hasjim, dan Teuku M Hasan untuk membicarakan permintaan dari golongan nasrani di Indonesia Timur, yaitu agar kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam” yang tercantum dalam Piagam Jakarta di hapus. Konon, M hatta menerima pesan tersebut dari seorang opsir Jepang. Menurut Hatta, opsir Jepang tersebut memberitahukan bahwa di samping permintaan itu, rakyat Indonesia Timur yang beragama nasrani, tidak akan bergabung dengan NKRI jika tujuh kata itu tidak dihapus. Kalangan Islam pada waktu itu “terpaksa” menyetujuinya. Dari uraian singkat di atas secara pemikiran sebenarnya kemerdekaan Indonesia banyak diprakarsai oleh kalangan nasionalis sekuler yang nota bene adalah pengemban ideologi penjajah. Nampak jelas bahwa bangsa ini dibangun atas dasar jalan tengah dan kemaslahatan. Sehingga tidak heran jika bangsa ini dibangun atas dasar untung rugi, ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Bung Karno Presiden Indonesia Yang pertama tentang penjajahan dalam salah satu tulisannya pada tahun 1928, di Harian Suluh Indonesia Muda, “Soal Jajahan adalah soal rugi atau untung; soal ini bukanlah soal kesopanan atau soal kewajiban; soal ini ialah soal mencari hidup, soal business”. Sejak awal kemerdekaannya, secara hakiki Indonesia belumlah merdeka sepenuhnya, paling tidak secara pemikiran jelas masih dikuasai oleh pola pikir penjajah. Pola pikir inilah yang secara turun-temurun masih diadopsi oleh generasi-generasi berikutnya sampai sekarang. Bagaimana kondisi Indonesia selanjutnya? Dan bagaimana Islam memandang?
Pertama aspek politik: Politik dalam negeri ;Indonesia mengatur dan mengurusi rakyatnya dengan hukum-hukum buatan manusia, KUHP misalnya ynag merupakan warisan dari penjajah Belanda, kecuali dalam sedikit masalah saja yang menggunakan hukum islam. Padahal dalam pandangan Islam politik dalam negeri adalah mengurusi rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Allah kepada seluruh warga negara. “Bebas Aktif” adalah prinsip politik luar negeri Indonesia, Politik luar negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur pokok. Pertama, “bebas” biasanya diartikan tidak terlibat dalam aliansi militer atau pakta pertahanan dengan kekuatan luar yang merupakan ciri Perang Dingin. Dalam arti lebih luas politik luar negeri yang bebas menunjukkan tingkat nasionalisme yang tinggi, yang menolak keterlibatan atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia.
Kedua, kata “aktif” menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah pasif dan hanya mengambil sikap netral dalam menghadapi permasalahan-permasalahan internasional. Pembukaan UUD 1945 secara jelas menuntut Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan dan ikut memajukan perdamaian dunia.
Doktrin politik luar negeri “bebas aktif”, yang sampai sekarang masih tetap dianut Republik Indonesia, merupakan buah pikir Hatta, yang dicetuskannya pertama kali dalam rapat KNIP di Yogyakarta tanggal 2 September 1948 . Doktrin “bebas aktif” ini merupakan tanggapan dan strategi Indonesia yang sedang memperjuangkan kemerdekaan menghadapi Perang Dingin, yang membelah dunia dalam dua blok ideologi yang saling bertentangan. Para pemimpin nasional utama, seperti Soekarno, Hatta dan Sjahrir, tidak ingin Indonesia dikuasai komunis, walaupun mereka memiliki pandangan yang sama mengenai penjajahan. Perlu diingat bahwa doktrin politik luar negeri bebas aktif dicetuskan tidak lama sebelum pemberontakan PKI di Madiun terjadi. Inilah alasan utama mengapa akhirnya Pemerintah Indonesia memilih jalan tengah, yaitu tidak memihak ke Blok Barat/Kapitalis maupun Blok Timur/Komunis. Indonesia memutuskan untuk menentukan jalan sendiri.
Hatta mengibaratkan strategi Indonesia dalam menghadapi dunia luar sebagai berlayar antara dua karang. Kalau kapal bergerak terlalu dekat dengan salah satu “karang” atau blok politik, maka keselamatan kapal akan terancam. Hatta dan para pemimpin nasional lainnya waktu itu berpendapat bahwa perjuangan berat Indonesia untuk meraih kemerdekaan akan sia-sia apabila setelah merdeka nasib negara ini diserahkan pada kekuatan lain. Namun doktrin bebas aktif ini hanya sebatas penyataan, dalam realitasnya meskipun Indonesia tidak secara terang-terangan memihak kesalah satu Blok namun Indonesia telah melakukan selingkuh dengan Negara adi daya kedua blok tersebut sesuai kepentingannya. Untuk saat ini apakah masih relevan istilah “bebas aktif” ini dimana sekarang Blok Timur “sudah hancur” Secara filosofis politik luar negeri Indonesia ini dibangun atas asas pemikiran jalan tengah, yang merupakan asas pemikiran Kapitalis. Jelas asas pemikiran ini bertentangan dengan islam, disamping itu Politik luar negeri menurut islam harus berpedoman pada tujuan yang tetap yaitu menyebarkan Islam keseluruh dunia.
Dalam proses pemilu capres-cawapres yang baru saja terjadi sangat nampak sekali adanya intervensi asing ( Amerika Serikat). Selain banyaknya bantuan dana asing serta lembaga pemantau pemilu asing dengan dalih meningkatkan kehidupan yang demokratis di Indonesia. Antusiasme kalangan AS soal pilpres diperlihatkan ketika bertemu delegasi Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia yang dipimpin ketua umumnya, Mohamad S. Hidayat. Kepengurusan baru Kadin melakukan pembicaraan penting dalam waktu dan tempat terpisah dengan kalangan pemerintah, pengusaha, dan lembaga donor internasional yang bermarkas di Washington D.C. Apakah membicarakan capres Indonesia yang cocok dengan pasar? Hidayat mengangguk. Hidayat menyitir rendahnya daya saing Indonesia. Bahkan, Indonesia ketinggalan di Asia Tenggara. “Kami semua, komunitas bisnis di Indonesia, menginginkan pemerintah yang akan datang adalah pemerintahan yang kuat dan orang yang bisa menjamin stabilitas politik, minimum lima tahun ke depan. Juga stabilitas keamanan,” urai Hidayat. Artinya para kapitalis menginginkan presiden dan wakilnya nanti adalah orang yang dapat mendukung bisnis mereka.
Kedua aspek ekonomi: Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penjajahan baru yang di lakukan oleh AS dengan jalan memberikan hutang. Jika kita lihat besar hutang Indonesia sangatlah luar biasa lebih kurang Rp 1300 triliun. Langkah yang diambil untuk melunasi hutang ini yang paling mudah -menurut IMF- adalah dengan menjual aset-aset negara atau dengan mencabut segala subsidi mulai dari BBM, listrik, pendidikan sampai kesehatan. Meskipun Indonesia sudah mengakhiri hutang ke IMF namun Indonesia memilih opsi ke 2 dari 4 opsi yang di tawarkan yaitu Post Program Monitoring artinya IMF melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pelaksanaan program yang disusun Indonesia. Dengan demikian IMF -yang nota benenya alat penjajahan yang digunakan AS- dapat mengetahui urusan dapur (kelemahan dan kekuatan ekonomi) Indonesia. Dengan demikian image kondisi Indonesia baik buruknya di mata dunia internasional tergantung pandangan IMF. Selain itu dengan alasan privatisasi banyak aset-aset strategis dikuasai oleh pihak asing seperti BCA , Indosat dan lain-lain, dengan dikuasai pihak asing maka kebijakan perusahaan-perusahaan hanya memikirkan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kepentingan rakyat, yang selanjutnya akan menimbulkan banyak protes sehingga membuat kondisi negara tidak stabil. Bisa kita bayangkan sangat mudah bagi mereka – pihak asing- setelah menguasai aset-aset tersebut untuk menggoyang Indonesia jika mau.
Ketiga aspek Pendidikan: Pada masa penjajahan Belanda sekolah-sekolah yang didirikan baik kurikulum dan silabusnya sesuai dengan yang berlaku di negeri Belanda. Seperti ELS (Europeesche Lager School) untuk kalangan kulit putih/Eropa, HCS (Hollandse Chinesche School) untuk golongan Timur asing Cina, HIS ( Hollandse Inlandsche School) untuk para amtenar (pegawai Belanda) dan kalangan bangsawan dan Tweede Klase School (Sekolah Angka Dua atau Ongko Loro) untuk kalangan bawah. Dari ELS, HCS, dan HIS melanjutkan tingkat lanjutan setingkat SMP (MULO) dan SMA (AMS). Sedangkan lulusan Ongko Loro tidak ada sekolah lanjutan kecuali Sekolah Guru Bawah (Normaal School) yang dipersiapkan menjadai guru di Sekolah Ongko Loro. Pendidikan di sekolah-sekolah itu diarahkan untuk mendapatkan kesempatan mengenal dunia ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi dijauhkan dari pemahaman agama (Islam). Bahkan sebagian mereka berhasil dikristenkan. Kondisi saat ini, pendidikan yang mestinya bertujuan untuk membentuk kepribadiaan yang Islami namun kenyataannya malah membentuk kepribadian yang hewani. Pola penjajah masih sangat dominan dimana anak dididik hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi namun jauh dari pemahaman agamanya. Pendidikan yang berlangsung masih mewarisi gaya penjajah, dimana penjajah pada waktu itu mendidik para pelajar untuk dijadikan antek-antek mereka. Sekarang setelah para penjajah itu pergi, orang-orang yang terpelajar berubah menjadi penjajah rakyat lain yang tidak terpelajar. Sebenarnya pola para penjajah pada kaum muslimin tetap,merusak aqidah akhlak dan pola pikir umat Islam, hanya modusnya saja yang berganti. Sebuah lembaga asing yang bermarkas di San Fransisco AS, dan memiliki cabang di Indonesia mengaku, selama 30 tahun telah aktif menggarap institusi-institusi dan umat Islam Indonesia. Tahun 2004, lembaga ini memberikan pelatihan kepada lebih dari 1000 pesantren tentang nilai-nilai pluralisme agama, gender equality, toleransi, dan civil society.
Dari tiga aspek ini saja mungkin sudah cukup menunjukkan bahwa Indonesia memang belum merdeka. Namun Ironisnya rakyat Indonesia tidak sadar akan hal ini, sebaliknya mereka dengan keyakinan hati merayakan kemerdekaan Indonesia tiap tahunnya. Upacara bendera digelar disetiap institusi pemerintah,sekolah-sekolah, yang mereka juga tidak tahu menahu apa maksud dari upacara tersebut. Acara-acara untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonoesia dengan lomba-lomba yang kadang mengeluarkan dana yang tidak sedikit yang dipungut dari warga setempat. Padahal dilain pihak mereka kekurangan uang untuk makan sehari-hari.Lebih aneh lagi sebagian mereka menganggap apa yang mereka lakukan adalah perjuangan dan pengorbanan gaya modern yang merupakan penghargaan terhadap jasa para pejuang kemerdekaan.

Usaha Kaum Muslimin Untuk Mengembalikan Kemerdekaan
Kaum muslimin telah mencoba berbagai cara untuk membebaskan diri dari penjajahan, sesuai cara pandang mereka tentang hakekat penjajahan dan kemerdekan. Bagi mereka yang menganggap penjajahan adalah dominasi militer berusaha dengan meningkatkan kemampuan militer, pertanyaannya setelah menang perang lalu ngapain? Mereka yang menganggap penjajahan adalah kemiskinan berusaha membangun jaringan ekonomi agar mampu melepaskan diri dari jerat kemiskinan, namun realitasnya jaringan yang dibuat juga terikat oleh sistem ekonomi makro yang berlaku di negara itu. Yang berpendapat penjajahan adalah musibah dari Allah karena kelalaian ibadah dan kemerosotan akhlak, maka menggiatkan aktivitas ibadah ritual dan seruan-seruan akhlak,yang terjadi akhirnya kebosanan dan keputusasaan setelah sekian lama tidak ada pengaruh nyata akativitas ibadah pada kemerdekaan. Dengan demikian kita membutuhkan jawaban yang benar apa sebenarnya kemerdekaan yang hakiki menurut islam sehingga kita dapat meraihnya dengan tepat.
Pertanyaan yang harus di jawab adakah kemerdekaan mutlak bagi individu, masyarakat atau negara? Paham kemerdekaan yang diartikan kebebasan (kebebasan beragama, bertingkah laku, berpendapat dan kepemilikan) untuk mengatur dirinya sendiri tanpa terikat pada aturan apapun adalah konsep yang utopis dan tidak sesuai dengan fitrah manusia. Semua manusia yang hidup dalam suatu masyarakat pasti akan terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Begitu pula sebuah masyarakat dan negara akan mengadopsi suatu aturan yang disepakati sehingga masyrakatnya terikat oleh aturan tersebut. Persoalannya, aturan manakah yang dipakai agar manusia, masyarakat atau negara tidak menjajah yang lainnya. Tentu jawaban ini sangat mudah di jawab oleh orang-orang yang beriman pada Allah SWT, yaitu aturan yang bukan berasal dari buatan manusia. Dan satu-satunya aturan yang bukan buatan manusia adalah aturan Allah SWT.
( ياايها الدين ءامنوا ادخلوا فى السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان انه لكم عدو مبين) (البقرة:208)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(Al Baqarah [2]:208)
Dengan demikian maka umat islam jika ingin berjuang untuk memerdekakan kaum muslimin, haruslah dipahami perjuangan mereka harus bertujuan hanya dalam rangka menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi ini. Dengan diterapkan hukum Allah dimuka bumi ini maka penjajahan di atas dunia benar-benar dapat dihapuskan. Untuk meraih itu semua jalan satu-satunya mengembalikan kehidupan Islam dengan menegakkan Khilafah Islamiyah yang akan menyatukan kaum muslimin dan memilindunginya dan mumuliakannya diatas umat-umat yang lainnya. Amiiiin.

Read Full Post »

TAUBAT SEBELUM AJAL MENDEKAT

Oleh: M. Shiddiq al-Jawi
Taubat secara etimologis (bahasa) berasal dari kata tâba (fi’il madhi), yatûbu (fi’il mudhari’), taubatan (mashdar), yang berarti “kembali” atau “pulang” (raja’a) (Haqqi, 2003). Adapun secara terminologis (menurut makna syar’i), secara ringkas Imam an-Nawawi mengatakan, taubat adalah raja’a ‘an al-itsmi (kembali dari dosa) (Syarah Shahih Muslim, XVII/59). Dengan kata lain, taubat adalah kembali dari meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan perbuatan yang terpuji (‘Atha, 1993).
Adapun pengertian dosa (itsmun/dzanbun/ma’shiyat), adalah melakukan yang haram (irtikabul haram) seperti mencuri, berzina, minum khamr, dan meninggalkan kewajiban (tarkul wajib) seperti meninggalkan shalat, tidak berdakwah, dan tidak menjalankan hukum-hukum Allah di muka bumi (Al-Maliki, 1990).
Taubat tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang luput dari dosa dan maksiyat (lihat Qs. at-Tahrim [66]: 6). Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa, melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan taubat. Rasulullah Saw telah bersabda:
“Setiap anak Adam (manusia) mempunyai salah (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah] (‘Atha, 1993).
Yang menarik, dalam hadits itu Rasulullah Saw menggunakan kata “anak Adam” (bani Adam) untuk menunjukkan pengertian “manusia”. Hal itu tentu mengandung maksud. Antara lain untuk mengingatkan kita akan sejarah Bapak kita, yaitu Nabi Adam AS, sebagai manusia pertama yang bertaubat. Sebagai manusia, Adam (sebelum diangkat menjadi nabi) telah melakukan dosa dengan memakan buah dari pohon yang dilarang Allah untuk mendekati (memakan) buahnya (Qs. al-Baqarah [2]: 35). Namun dengan segera, Adam bertaubat dan Allah pun menerima taubatnya. Allah SWT berfirman:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabb-nya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Baqarah [2]: 37).
Berkebalikan dengan sikap Adam, adalah sikap Iblis. Iblis itulah yang pertama kali tidak mau bertaubat kepada Allah setelah melakukan dosa. Allah SWT telah memerintah Iblis untuk bersujud (sebagai penghormatan, bukan ibadah) kepada Adam tapi Iblis tidak mau mentaatinya. Iblis bersikap enggan menjalankan perintah Allah, bersikap takabbur dan termasuklah ia ke dalam golongan kaum kafirin (Qs. al-Baqarah [2]: 34).
Maka sebagai anak keturunan nabi Adam AS, sudah selayaknya kita mengambil pelajaran dan mengikuti sikap adam AS yang mau bertobat. Bukan mengikuti sikap Iblis yang takabbur dan enggan bertaubat setelah melakukan dosa. Padahal setiap dosa itu wajib ditaubati, tidak boleh tidak.
Memang, secara syar’i setiap perbuatan dosa itu wajib ditaubati tanpa kecuali. Sebab taubat hukumnya adalah wajib untuk setiap dosa yang dilakukan, entah dosa karena mengerjakan larangan Allah (sesuatu yang haram), entah dosa karena meninggalkan perintah Allah (sesuatu yang wajib). Allah SWT berfirman:
“Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. an-Nûr [24]: 31).
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (Qs. at-Tahrim [66]: 8).
Ayat-ayat di atas menunjukkan adanya perintah bertaubat atas orang-orang yang beriman (muslim). Taubat adalah ciri orang mukmin. Namun demikian, kewajiban taubat sesungguhnya juga tertuju kepada orang kafir, bukan hanya orang muslim. Sebab kekufuran juga termasuk dosa atau maksiyat, bahkan maksiyat yang terbesar. Cara bertaubatnya ialah dengan jalan masuk Islam.
Karena itu, kepada orang yang murtad sebelum dihukum mati, harus dilakukan istitabah, yang artinya diminta taubat dengan masuk Islam lagi. Khalifah Umar bin Khaththab ra melakukan istitabah kepada orang yang murtad selama jangka waktu tiga hari (Al-Maliki, 1990).
Kewajiban taubat atas kaum kafir ditunjukkan oleh berbagai dalil, antara lain firman Allah SWT:
“Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang telah lalu.” (Qs. al-Anfâl [8]: 38).
Rasulullah Saw bersabda:
“Allah SWT tertawa gembira manakala ada dua orang yang bunuh membunuh yang kedua-duanya masuk surga. Yang seorang berperang di jalan Allah lalu dia itu terbunuh. Kemudian orang yang membunuhnya bertaubat kepada Allah lalu masuk Islam dan terbunuh pula (mati syahid).” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra] (An-Nawawi, 1989).
Bagaimana cara bertaubat? Bagi mereka yang hendak bertaubat, wajib memenuhi syarat-syarat taubat agar taubatnya sah. Syarat-syarat ini tak ubahnya seperti syarat-syarat shalat, yang jika tidak dipenuhi satu syarat atau lebih daripadanya, maka shalatnya tidaklah sah dalam pandangan syara’. Demikian pula syarat-syarat taubat. Terdapat 3 (tiga) syarat taubat:
Pertama, menghentikan perbuatan dosa yang dilakukan.
Kedua, menyesal atas perbuatan dosa yang telah dilakukan.
Ketiga, bertekat kuat (‘azam) untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa itu di masa datang untuk selama-lamanya (An-Nawawi, 1989).
Jika salah satu syarat itu tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah SWT. Ini seperti halnya orang shalat yang tidak berwudhu, shalatnya tidak diterima. Orang yang bertaubat dari suatu dosa, tapi tidak berhenti dari perbuatan dosanya itu, taubatnya tidak diterima. Demikian pula orang yang bertaubat, tapi tidak menyesali dosanya dan malah membanggakannya, tidak diterima taubatnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra secara marfu’, “An-nadamu taubatun.” (Menyesal itu adalah taubat). [HR. Abu Dawud dan al-Hakim] (Al-Math, 1993).
Terdapat syarat keempat taubat, khusus untuk perbuatan dosa yang menyangkut hubungan sesama manusia, yaitu menyelesaikan urusan itu kepada yang bersangkutan. Jika berupa utang yang belum dilunasi padahal mampu, harus segera dilunasi. Jika menguasai harta orang, wajib dikembalikan kepadanya. Jika berupa tuduhan atau gunjingan (ghibah), wajib minta maaf atau minta dihalalkan. Demikianlah seterusnya (Nawawi, 1989; ‘Atha`, 1993, Haqqi, 2003).
Apabila syarat-syarat taubat di atas terpenuhi, maka taubatnya sah dan insya Allah diterima oleh Allah SWT. Namun perlu diingat, taubat itu ada batas waktunya, yaitu ada titik waktu yang jika telah sampai, maka suatu taubat tetap tidak diterima walaupun telah memenuhi syarat-syaratnya secara lengkap. Batas waktu tersebut ada 2 (dua), yaitu:
Pertama, batas waktu individual, yaitu batas waktu untuk setiap-setiap individu manusia. Batas ini adalah ketika nyawa seseorang sudah sampai di tenggorokan. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan menerima taubat seseorang, sebelum nyawanya sampai di tenggorokan (sebelum ia sekarat).” [HR. at-Tirmidzi].
Kedua, batas waktu universal, yaitu batas waktu yang berlaku secara universal untuk seluruh manusia. Batas ini adalah ketika matahari telah terbit dari arah barat, yang merupakan salah satu tanda besar (‘alamat kubro) akan datangnya Hari Kiamat. Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari sebelah barat, maka Allah menerima taubatnya.” [HR. Muslim].
Seorang sahabat Nabi Saw, Hudzaifah bin Usaid ra, meriwayatkan, “Suatu saat Rasulullah memperhatikan kami yang sedang merenungkan sesuatu. Maka Rasulullah Saw bertanya, ‘Apakah yang sedang kalian renungkan?’ Kami menjawab, ‘Kami sedang mengingat Hari Kiamat.’ Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hari Kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sebelumnya sepuluh tanda, yaitu: …(di antaranya) matahari terbit dari barat’.” [HR. Muslim] (Al-Jazairi, 1994).
Lalu, dosa apa saja yang wajib kita taubati saat ini? Seperti telah dijelaskan, setiap dosa wajib untuk ditaubati. Sebab perintah taubat datang dalam bentuk redaksi yang umum, mencakup segala macam bentuk dosa. Baik dosa akibat melakukan keharaman maupun dosa akibat meninggalkan kewajiban. Baik dosa yang dilakukan secara orang per orang, maupun dosa yang dilakukan oleh banyak orang (dosa jama’ah), yaitu dosa dalam sebuah negeri atau sebuah kaum.
Terdapat banyak nash-nash syariah yang menjelaskan terjadinya suatu dosa pada suatu negeri (qaryah) atau suatu kaum (qaum), sebagaimana terdapat pula nash-nash syariah yang menjelaskan kewajiban taubat bagi atas suatu penduduk negeri (ahlul quro) (lihat misalnya Qs. al-A’râf [7]: 96).
Nash yang menjelaskan adanya dosa jama’ah (suatu komunitas), misalnya Rasulullah Saw berkata:
“Jika riba dan zina sudah merata di suatu negeri (qaryah), maka mereka telah menghalalkan diri mereka untuk menerima azab Allah.” [HR. al-Hakim].
“Tidaklah dalam suatu kaum itu merata riba, melainkan dalam kaum itu merata pula penyakit gila. Dan tidaklah merata dalam kaum itu perzinaan, kecuali merata pula dalam kaum itu kematian. Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan Allah akan menahan tetesan air hujan.” [HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi] (Muda’im, 1987).
Hadits-hadits di atas dengan jelas menunjukkan adanya suatu dosa (riba, zina, mengurangi takaran dan timbangan) yang tidak hanya dilakukan oleh orang per orang, melainkan dilakukan oleh orang banyak (jama’ah) sehingga diungkapkan dengan kalimat “zhahara di qaryatin” (merajalela di suatu negeri), atau “mâ zhahara fi qaumin” (tidaklah merata di suatu kaum…).
Di antara dosa jamaah itu, adalah adanya penguasa yang tidak menjalankan syariah Islam dan yang tidak menjalankan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, yang ternyata akan menimbulkan banyak bencana kepada rakyat yang dipimpinnya. Ini sebagaimana termaktub dalam hadits panjang berikut ini, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Bagaimana kalian jika terjadi lima perkara, dan aku berlindung kepada Allah mudah-mudahan lima perkara itu tidak terjadi pada kalian dan kalian pun tidak mengalaminya. Pertama, tidaklah perbuatan zina itu merata di suatu kaum, dikerjakan secara terang-terangan, melainkan tampak di kaum itu tha’un (wabah penyakit) dan kelaparan yang tidak pernah dijumpai oleh nenek moyang mereka dahulu.
Kedua, tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan mereka itu dicegah oleh Allah dari turunnya hujan dari langit. Andaikata tidak ada binatang ternak, tentu mereka tidak akan mendapat hujan.
Ketiga, tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun, sukarnya kebutuhan hidup, dan kezaliman penguasa.
Keempat, tidaklah pemimpin-pemimpin mereka itu menghukumi dengan selain apa yang diturunkan Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh mereka lalu musuh mereka ini merampas sebagian apa yang menjadi milik kaum itu (kekayaan, kedaulatan, dan sebagainya).
Kelima, tidaklah mereka (pemimpin-pemimpin itu) mengabaikan Kitabullah dan Sunnah Nabi mereka, melainkan Allah menjadikan bahaya terjadi di antara mereka sendiri.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah] (Muda’im, 1987)
Hadits di atas menegaskan bahwa di antara dosa jamaah yang terjadi di suatu kaum, yakni seperti keadaan kita sekarang, adalah dosa akibat pemimpin-pemimpin kita yang tidak menjalankan apa yang diturunkan Allah, alias tidak menjalankan syariah Islam.
Maka, sudah menjadi kewajiban kita semua untuk bertaubat. Caranya: pemimpin-pemimpin kita wajib kembali kepada syariah Islam, dan kita pun wajib menegakkan amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa agar mereka mau kembali menerapkan syariah Islam.
Namun, sebagaimana permusuhan abadi antara Adam as (yang mau bertaubat) dengan Iblis (yang enggan bertaubat), terjadi pula saat ini pertentangan yang mirip dengan perseteruan dua musuh bebuyutan itu. Kini muncul pertentangan antara mereka yang hendak bertaubat dengan kembali menerapkan syariah Islam, dengan mereka yang menolak taubat dengan cara menentang syariah Islam, serta berusaha melestarikan sistem sekuler warisan nenek moyang yang berasal dari penjajah kafir. Allah SWT menjelaskan hakikat pertentangan seperti ini dengan firman-Nya:
“Dan jika dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa-apa yang diturunkan Allah!’ Maka mereka berkata, ‘Tetapi kami mengikuti apa-apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami.’ (Apakah mereka akan tetap mengikuti bapak-bapak mereka) meskipun bapak-bapak mereka itu tidak memikirkan suatu apa pun dan tidak pula mendapat petunjuk?” (Qs. al-Baqarah [2]: 170).
Mereka yang tak mau taubat itu saat ini wujudnya adalah kaum liberal-sekuler yang selalu saja memusuhi dan memerangi syariah Islam. Tak diragukan lagi, mereka adalah syaitan pengikut Iblis yang tak mau bertaubat itu! Mereka adalah syaitan yang menjadi musuh Rasulullah Saw, sebagaimana Iblis adalah musuh bagi Nabi Adam as. Firman Allah SWT :
“Demikianlah Kami jadikan musuh bagi tiap-tiap nabi, yaitu syaitan dari golongan manusia dan dari golongan jin. Sebagian mereka membisikkan perkataan yang indah kepada yang lain, untuk membuat tipu daya…” (Qs. al-An’âm [6]: 112).
Hendaknya kita tidak terkecoh dengan tipu daya mereka, yang sering kali mempropagandakan sekularisme seperti yang telah dipraktikkan di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Mereka mengklaim bahwa Barat telah berhasil dan sukses dalam kehidupan ini, walaupun tidak menjalankan syariah Islam.
Memang, terkadang orang kafir atau muslim yang tidak taat, mendapat limpahan rezeki dari Allah SWT. Dan mereka pun aman-aman saja, tidak mendapat siksaan dan bencana dari Allah SWT. Tapi nanti dulu. Nanti dulu ! Sesungguhnya itu hakikatnya adalah tipu daya dari Allah SWT, bukan tanda bahwa Allah SWT meridhoi mereka. Allah SWT berfirman:
“Tatkala mereka lupa akan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami bukakan bagi mereka pintu-pintu dari segala sesuatu (nikmat dan kesenangan), sehingga apabila mereka berbangga dengan (kesenangan) yang mereka peroleh itu, lalu dengan sekonyong-konyong Kami siksa mereka, sehingga mereka berputus asa.” (Qs. al-An’âm [6]: 44).
Memang pada dasarnya, setiap dosa dan kemaksiatan akan membawa bencana dan musibah (lihat misalnya Qs. Thâhâ [20]: 123-124). Tapi, adakalanya, pelaku kemaksiatan aman-aman saja di dunia. Tapi ini bukan berarti mereka akan selamat dari azab Allah. Azabnya ditunda nanti di Hari Kiamat. Rasulullah Saw menjelaskan:
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan mempercepat hukuman atas dosanya (di dunia). Dan jika Allah menghendaki bagi hamba-Nya keburukan, maka Allah menyimpan dosanya sampai hamba-Nya itu harus menebusnya pada Hari Kiamat.” [HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi] (Almath, 1993).
Akhirul kalam, marilah kita bertaubat kepada Allah atas segala dosa kita. Mumpung nyawa belum sampai di tenggorokan. Ingat, kematian itu adakalanya datang sangat mendadak dan tidak pernah diduga kapan datangnya.
Marilah kita sebagai kaum muslimin sebagai suatu jamaah, bertaubat dengan cara kembali menerapkan Syariah Islam dan menghapuskan sistem sekuler yang kufur yang ada saat ini. Mari kita renungkan bersama firman Allah:
“Kalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, niscaya Kami bukakan kepada mereka berkah-berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), oleh sebab itu Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya itu.” (Qs. al-A’râf [7]: 96).
Allah SWT berfirman pula:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (balasan) perbuatan yang mereka lakukan, mudah-mudahan mereka kembali (taubat).” (Qs. ar-Rûm [30]: 41).
Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka:
1. Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. 1994. Aqidah Seorang Mukmin (Aqidah Al-Mu`min). Terjemahan oleh Salim Bazemool. Solo : CV. Pustaka Mantiq.
2. Al-Maliki, Abdurrahman. 1990. Nizham Al-‘Uqubat. Beirut : Darul Bayariq.
3. Al-Math, Muhammad Faiz. 1993. 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad (Qabasun Min Nur Muhammad SAW). Terjemahan oleh A. Aziz Salim Bsyarahil. Jakarta : Gema Insani Press.
4. An-Nawawi, Imam. 1989. Terjemah Riyadhus Shalihin (Riyadh Ash-Shalihin). Terjemahan oleh Muslich Shabir. Semarang “ Toha Putera.
5. ‘Atha, Abdul Qadir. 1993. Leburkan Dosamu Raihlah Pahalamu (Mukaffirat Adz-Dzunub wa Tsawab Al-A’mal Ash-Shalihat). Suarabaya : Media Idaman.
6. Haqqi, Ahmad Mu’adz. 2003. Syarah 40 Hadits Tentang Akhlak (Al-Arba’un Haditsan fi Al-Akhlaq ma’a Syarhiha). Terjemahan oleh Abu Azka. Jakarta : Pustaka Azzam
7. Muda`im, Ali Hamdi. 1987. Ramalan-Ramalan Rasulullah SAW Tentang Akhir Zaman. Surabaya : CV. Bintang Pelajar.

Read Full Post »

Salah satu alasan yang sering dilontarkan kelompok feminis untuk menolak poligami adalah praktek buruk pelaku poligami. Banyak suami yang berpoligami mentelantarkan istri dan anak-anaknya, menjadi alasan untuk mengharamkan poligami. Tentu saja pandangan ini keliru. Adanya praktek yang keliru dari pelaku poligami tidak bisa dijadikan alasan mengharamkan poligami. Sebab, keberadaan poligami berdasarkan QS Nisa : 3 jelas dibolehkan oleh Allah SWT.

Logika, pengharaman berdasarkan praktek yang keliru jelas berbahaya. Jangankan yang berpoligami, yang menikah dengan satu istri juga banyak mentelantarkan istri dan anak-anaknya. Apakah kemudian dengan alasan yang sama kita kemudian mengharamkan pernikahan sama sekali meskipun dengan satu istri. Poligami adalah salah satu hukum Allah, berbuat baik dan adil kepada istri adalah hukum yang lain. Keduanya bukanlah syarat. Maksudnya, tidak boleh mensyaratkan adil dan berbuat baik kepada istri untuk sebuah pernikahan. Keduanya perkara yang berbeda.

Namun setelah seseorang menikah suami harus berbuat baik kepada istrinya, menyantuninya, dilarang menyakitinya. Baik istrinya satu atau lebih dari satu. Dalam Islam menyakiti istri (baik satu ataupun lebih) , mentelantarkannya, tidak memenuhi kewajiban menafkahinya, adalah tindakan kriminalitas yang diharamkan oleh Allah SWT. Negara lewat pengadilan boleh menjatuhkan hukuman untuk pelaku kriminalitas ini, tanpa perduli istrinya satu atau lebih. Jadi bukan menikahnya yang salah tapi menyakiti dan mentelantarkan istri yang salah.

Termasuk kita tidak boleh menggeneralisasikan seakan-akan semua praktik poligami membuat perempuan menderita. Pada faktanya, kalau poligami dijalankan dengan ikhlas dan benar sesuai syariah Islam , banyak istri yang tidak masalah. Dan kenapa pula kita hanya melihat kondisi istri yang pertama? Bukankah istri yang kedua juga adalah wanita yang merasa bahagia karena dia dinikahi secara sah ?

Masalah poligami dipandang cukup krusial dalam pandangan feminis. Menurut kelompok feminisme ini, betapa tidak, bagaimana sakit hatinya perempuan yang dikhianati cintanya oleh orang yang disayangi. Belum lagi bila suami bersikap tidak adil dan lebih cenderung kepada istri lainnya, menyebabkan perempuan (istri pertamanya) ditelantarkan begitupun anak-anaknya. Alasan ini yang digunakan untuk menolak hukum kebolehan poligami. Kaum feminis mengingkari kebolehan poligami dan mencoba mengharamkannya. Keputusan haram lahir dari fakta yang menunjukkan bahwa pelaku poligami umumnya berlaku tidak adil dan menyebabkan perempuan teraniaya. Dengan demikian poligami harus dilarang karena ekses yang ditimbulkannya berupa ketidakadilan bagi istri dan anak-anak menjadi terlantar.

Selanjutnya ketidakadilan poligami dinilai dari tidak etisnya alasan ketidakmampuan istri untuk bisa memperoleh keturunan yang sering dijadikan alasan mengajukan poligami. Keadaan istri yang mandul harus dibuktikan secara medis bukan hanya klaim suami saja. Kalaupun istri terbukti mandul, bukankah akan sangat menyakitkan hatinya jika kekurangan fisik yang telah diberikan sang Pencipta itu dijadikan dalih agar suami bisa menikah lagi.

Argumen seperti ini, tentu saja tidak berdasar. Fakta yang mereka ajukan boleh jadi memang benar. Ada istri yang ditelantarkan suaminya karena menikah lagi. Namun fakta ini tidak boleh dijadikan alasan untuk melarang poligami. Poligami adalah solusi yang diberikan Sang Pencipta manusia untuk mengatasi masalah. Perkawinan adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam menyalurkan hasrat naluri seksual. Perkawinan juga ditujukan untuk melahirkan keturunan dalam rangka pelestarian jenis manusia. Pada saat ada pasangan suami istri yang belum diberikan keturunan, sementara mereka segera menginginkannya, Allah SWT membolehkan suami menikah kembali dengan perempuan lain yang dapat memberi keturunan. Anak yang dilahirkan oleh istri kedua dari suami tadi, juga merupakan ”anak” bagi istri pertamanya.

Dalam hal ini, fakta lain menunjukkan tidak sedikit seorang istri yang mendorong suaminya menikah lagi agar ia mempunyai keturunan. Fakta menunjukkan ada banyak keluarga yang melakukan poligami, mereka hidup rukun dan damai, harmonis dan saling membantu.

Jadi, masalah yang seringkali muncul sebenarnya bukan karena poligami itu sendiri, melainkan karena pelaku poligami – dalam hal ini seorang suami – tidak menjalankan konsekuensi dari tindakan yang ia ambil. Saat ia memutuskan untuk berpoligami, seharusnya ia memahami dan menjalankan konsekuensinya. Ia harus mampu menghidupi lebih dari satu keluarga. Orang-orang yang berada dibawah tanggungjawabnya telah bertambah dan ia harus siap untuk itu. Ketika ia tidak memenuhi konsekuensi dari berpoligami dan berbuat tidak adil seperti menelantarkan istri pertama dan anak-anaknya, yang disalahkan bukan hukum kebolehan poligami, namun pelaku poligami itu sendiri.

Perlindungan dan Penghormatan Islam Terhadap Perempuan

Islam yang diturunkan Allah Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui hakikat kaum perempuan, telah menempatkan mereka pada posisi yang layak demi kepentingan dan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Karena itu, bila para muslimah memahami, sungguh menarik bahwa dalam konsep Islam, surga bagi perempuan lebih mudah untuk diraih daripada kaum pria. Seperti dialog yang terjadi antara Asma’ binti Yazid dengan Rasulullah SAW, Asma’ berkata, “Wahai Rasulullah bukankah Engkau diutus oleh Allah untuk kaum laki-laki dan juga wanita, kenapa sejumlah syariat lebih berpihak kepada kaum pria, mereka diwajibkan jihad kami tidak, malah kami mengurus harta dan anak mereka di kala mereka sedang berjihad, mereka diwajibkan melaksanakan shalat Jum’at kami tidak, mereka diperintahkan mengantar jenazah sedangkan kami tidak.” Rasulullah SAW tertegun atas pertanyaan perempuanini sambil berkata kepada para shahabat, “Perhatikan betapa bagusnya pertanyaan perempuanini.” Beliau melanjutkan, “Wahai Asma’! Sampaikan jawaban kami kepada seluruh perempuan di belakangmu, yaitu apabila kalian bertanggung jawab dalam berumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua pahala kaum laki-laki itu.” (Diterjemahkan secara bebas, HR. Ibnu Abdil bar).

Dalam Al-Qur’an, perempuan ditempatkan paling tidak dalam tiga posisi, yaitu:

1. Perempuan sebagai pendamping pria dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, karena mereka adalah manusia yang satu.

Firman Allah SWTyang artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q. S. Ar-Ruum [30]: 21)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan?.” (Q. S. Al-Hujuraat [49]: 13)

2. Dalam membangun kehidupan masyarakat, satu sama lain menjadi mitra kerja bagi yang lainnya

Orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan kemakrufan dan mecegah kemungkaran. (QS at-Taubah [9]: 71).

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Bahwasannya para perempuan itu saudara kandung para pria.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi)

3. Perempuan sebagai ibu pencetak generasi berkualitas

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain…” (Q. S. An-Nisaa’ [4]: 1)

Demikian pandangan Islam menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Sehingga apa pun peranannya baik sebagai anak, remaja, dewasa, Ibu rumah tangga, kaum professional seperti: guru, dokter dan lain-lain, mereka itu terhormat sejak kecil hingga usia lanjut.

Sementara kaum feminis ala Barat, mereka benar-benar menderita, terutama di waktu tua. Betapa tidak menderita, di usia-usia menjelang akhir hayatnya mereka harus berdiam di panti-panti jompo terpisah dari anak, cucu, keluarga dan kerabat sendiri. Hidup yang tersisa tiada berguna lagi.. Mereka pun mengadakan hari ibu agar dapat bertemu dengan keluarga setahun sekali. Sungguh menyedihkan. Jadi sebenarnya siapa yang berlaku diskriminatif terhadap perempuan? Jawabnya jelas: ideologi Kapitalisme. Wallahu a’lam bish shawab.

Read Full Post »